Termasukjuga harga cabai merah dari sebelumnya Rp 30.000 per kilogram kini sudah aik menjadi Rp 40.000 per kg. Idawati yang setiap harinya berjualan di pasar tradisional Tavip itu menjelaskan untuk harga sayuran lain juga naik umpama wortel awalnya hanya Rp 4.000 per kg, kini mengalami kenaikan menjadi Rp 8.000 per kg. Selain itu, harga
Sayuran merupakan produk hortikultura yang mengalami tingkat fluktuasi harga yang tinggi karena sifatnya yang perishable. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada komoditas sayuran dimana transmisi harga sayuran relatif rendah dibanding buah dan komoditas pangan lain Irawan, 2007. Khusus untuk pasar kentang yang terintegrasi akan membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, konsumen di pasar tertentu tidak perlu membayar lebih mahal dan produsen dapat melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan komparatifnya Adiyoga, et al. 2006. Dilihat dari usahatani komoditas kentang dan kubis yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dibandingkan impor. Meskipun usahatani kentang dan kubis di lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif, tetapi apabila tidak dilakukan beberapa langkah pembenahan maka tidak akan dapat mewujud dalam keunggulan kompetitif, terutama orientasi untuk pasar ekspor. Untuk orientasi substitusi impor, kondisinya rawan karena petani mengalami disinsentif dalam berusahatani kentang dan kubis Saptana, et al. 2002. Di dalam usahtani kubis, faktor produksi ditingkat petani penggunaan pupuk ZA dan KCl belum efisien sehingga perlu ditingkatkan penggunannya Nurmalina dan Ameriana, 1995. Menurut Karmina dan Aisyah 2008 luas lahan yang diusahakan responden untuk usahatani tomat dan mentimun masih rendah dibandingkan dengan luas lahan optimal yang dapat di capai oleh responden dengan tenaga kerja yang tersedia. Luas lahan optimal tersebut dapat dicapai responden jika melakukan peningkatan luas lahan ekstensifikasi pertanian. Menurut Irawan 2007 yang menganalisis fluktuasi harga, transmisi harga dan marjin pemasaran sayuran dan buah. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan koefisien Variasi untuk menganalisis fluktuasi harga. Analisis lebih fokus pada aspek-aspek yang hanya dilakukan pada 15 komoditas hortikultura unggulan nasional yaitu bawang merah, cabai, kentang, kubis, pisang dan jeruk. Disamping itu, analisis yang sama juga dilakukan untuk komoditas padi dan palawija sebagai pembanding. Komoditas palawija yang dimaksud meliputi jagung, kacang tanah dan ubi kayu. Hasil penelitian menyatakan bahwa fluktuasi harga sayuran umumnya relatif tinggi dibanding buah, padi dan komoditas palawija. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada komoditas harga sayuran relatif rendah 49 hingga 55 persen dibanding buah dan komoditas pangan lain 65 hingga 81 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar sayuran di tingkat petani cenderung bersifat monopsoni/ adanya kekuatan monopsoni tersebut adalah marjin pemasaran sayuran cenderung tinggi dibanding buah dan komoditas pangan lain, sebaliknya harga yang diterima petani cenderung rendah 52-57 persen dari harga konsumen pada sayuran, dan 72-86 persen pada buah, padi dan palawija. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani sayuran adalah ketidakmampuan petani menahan penjualannya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi dan hal ini dapat didorong oleh tiga faktor yaitu desakan kebutuhan modal usahatani, keterbatasan teknologi efisien yang dapat diterapkan petani untuk mempertahankan kesegaran sayuran, dan keterbatasan sumber pendapatan diluar usahatani sayuran. Adiyoga, et al. 2006 yang melakukan penelitian integrasi pasar kentang di Indonesia analisis korelasi dan kointegrasi, yang menggunakan pendekatan korelasi statik untuk mengukur integrasi pasar spasial produk-produk pertanian dan pendekatan two step Engle-Granger EG. Hasil penelitian menyatakan bahwa koefisien korelasi bukan indikator yang konsisten atau tegas untuk menentukan integrasi pasar. Korelasi bivariat yang tinggi antara dua pasar yang tidak melakukan perdagangan satu sama lain masih tetap dimungkinkan, jika harga-harga di setiap pasar berkorelasi tinggi melalui hubungan harga dan perdagangan dengan suatu pasar destinasi gabungan pasar ketiga. Hasil penelitian menyarankan agar pendekatan korelasi sebagai alat diagnosa integrasi pasar, sebaiknya digunakan secara hati-hati karena berbagai bukti kelemahan yang melekat pada pendekatan tersebut. Penggunaan analisis kointegrasi dengan 16 pendekatan two step Engle-Granger terhadap data serial harga harian, mingguan dan bulanan secara konsisten mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung, Sumatera Utara dan Singapura terintegrasi. Kointegrasi dalam hal ini merupakan implikasi statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi harga. Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang terintegrasi seperti ini akan banyak membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, konsumen di pasar tertentu tidak perlu membayar lebih mahal dan produsen dapat melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan komparatifnya. Hal ini pada gilirannya akan mengarah pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Saptana, et al. 2002 yang meneliti tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kentang dan kubis di Wonosobo Jawa Tengah dengan menggunakan alat analisis matrik Policy Analysis Matrix PAM. Berdasarkan analisis biaya dan keuntungan secara private menunjukkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis di Wonosobo, baik pada MH maupun MK secara private menguntungkan. Sementara itu, analisis biaya dan keuntungan secara sosial atau ekonomik menunjukkan bahwa pengusahaan usahatani komoditas kentang dan kubis secara ekonomik menguntungkan. Besarnya keuntungan private yang dinikmati oleh petani, baik pada komoditas kentang maupun kubis adalah lebih rendah dari keuntungan ekonomiknya. Fenomena tersebut merupakan indikasi bahwa harga input yang dibayar petani lebih tinggi dan atau harga output yang diterima oleh petani lebih rendah dari harga sosial. Artinya petani di lokasi penelitian Wonosobo mengalami disinsentif dalam memproduksi komoditas kentang maupun kubis. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang ditunjukkan oleh sebagian besar nilai koefisien DRC <1 dan PCR<1. Artinya untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah pada harga sosial dan privat diperlukan penggunaan sumber daya domestik lebih kecil dari satu. Sehingga untuk lokasi penelitian Wonosobo, Jawa Tengah akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi dalam 17 negeri dibandingkan impor. Meskipun usahatani kentang dan kubis di lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif, tetapi apabila tidak dilakukan beberapa langkah pembenahan maka tidak akan dapat mewujud dalam keunggulan kompetitif, terutama jika orientasinya adalah pasar ekspor. Untuk orientasi substitusi impor, kondisinya rawan karena petani mengalami disinsentif dalam berusahatani kentang dan kubis. Jika kondisi disinsentif tersebut berlangsung permanen dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun mendatang, barangkali pengusahaan komoditas kentang dan kubis di lokasi yang diteliti tidak akan berkelanjutan. Nurmalina dan Ameriana 1995 dalam penelitiannya mengenai efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani kubis ditingkat petani, yang menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Terdapat delapan Variabel yang mempengaruhi produksi kubis, antara lain bibit, tenaga kerja, ZA, TSP, KCl, pupuk kandang, insektisida, dan fungisida. Diantara beberapa input yang berpengaruh terhadap fungsi produksi kubis adalah pupuk KCl dengan nilai elastisitas sebesar 0,19 dan ZA sebesar 0,65 yang menunjukkan pengaruh nyata. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, ternyata penggunaan pupuk ZA dan KCl belum efisien sehingga perlu ditingkatkan penggunannya. Menurut Karmina dan Aisyah 2008 yang melakukan penelitian mengenai optimalisasi lahan usahatani tomat dan mentimun dengan kendala tenaga kerja pendekatan program linier. Penggunaan tenaga kerja terbesar pria untuk komoditas tomat terjadi pada bulan Februari karena sebagian besar responden melakukan kegiatan pengolahan lahan dan perempuan terjadi pada bulan Maret, sedangkan untuk mentimun penggunaan tenaga kerja pria dan perempuan terbesar terjadi pada bulan April. Luas lahan optimal untuk komoditas tomat dan mentimun adalah satu hektar. Rata-rata lahan yang dimiliki responden untuk komoditas tomat sebesar 0,43 hektar dan untuk komoditas mentimun sebesar 0,38 hektar. Luas lahan yang diusahakan responden masih lebih rendah dibandingkan dengan luas lahan optimal yang dapat di capai oleh responden dengan tenaga kerja yang tersedia. Luas lahan optimal tersebut dapat di capai responden jika melakukan peningkatan luas lahan ekstensifikasi pertanian. 18 Produksi Kentang di Indonesia Tanaman kentang Solanum tuberosum L. merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. Beukema, 1977. Kentang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina serta beberapa daerah Amerika Tengah. Penjelajah Spanyol dan Portugis pertama kali membawa ke Eropa dan mengembangbiakkan tanaman ini pada abad 17. Dengan cepat menu baru ini tersebar di seluruh bagian Eropa. Dalam sejarah migrasi orang Eropa ke Amerika, tanaman ini pernah menjadi pemicu utama perpindahan bangsa Irlandia ke Amerika pada abad ke-19, di kala terjadi wabah penyakit umbi di daratan Irlandia yang diakibatkan oleh jenis jamur yang disebut ergot11. Masuknya tanaman kentang di Indonesia tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada tahun 1794 tanaman kentang ditemukan telah ditanam di sekitar Cisarua Kabupaten Bandung dan pada tahun 1811 tanaman kentang telah tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah-daerah pegunungan di Aceh, Tanah Karo, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Minahasa, Bali, dan Flores. Di Jawa daerah-daerah pertanaman kentang berpusatdi Pangalengan, Lembang, dan Pacet Jawa Barat, Wonosobo dan Tawangmangu Jawa Tengah, serta Batu dan Tengger Jawa Timur. Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika, dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan menghasilkan umbi yang bermutu jelek. Di daerah-daerah yang akan ditanam 19 kentang yang menimbulkan masalah penyakit kudis, pH tanah diturunkan menjadi 5,0 sampai 5,212. Produksi Kubis di Indonesia Secara biologi, tumbuhan ini adalah dwimusim biennial dan memerlukan vernalisasi untuk pembungaan. Apabila tidak mendapat suhu dingin, tumbuhan ini akan terus tumbuh tanpa berbunga. Setelah berbunga, tumbuhan mati. Kubis termasuk dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Brassicales, Famili Brassicaceae, Genus Brassica, Spesies B. Oleracea, nama binomial Brassica oleracea L13. Kubis adalah komoditas semusim yang memiliki ciri khas membentuk krop. Pertumbuhan awal ditandai dengan pembentukan daun secara normal. Namun semakin dewasa daun-daunnya mulai melengkung ke atas hingga akhirnya tumbuh sangat rapat. Pada kondisi ini petani biasanya menutup krop dengan daun-daun di bawahnya supaya warna krop makin pucat. Apabila ukuran krop telah mencukupi maka kubis siap dipanen. Kubis, kol, kobis, atau kobis bulat adalah nama yang diberikan untuk tumbuhan sayuran daun yang populer. Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Kelompok Capitata ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun ini tersusun sangat rapat membentuk bulatan atau bulatan pipih, yang disebut krop, kop atau kepala capitata berarti "berkepala". Kubis berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat dan, walaupun tidak ada bukti tertulis atau peninggalan arkeologi yang kuat, dianggap sebagai hasil pemuliaan terhadap kubis liar B. oleracea Var. sylvestris. Nama "kubis" diambil dari bahasa Perancis, chou cabus harafiah berarti "kubis kepala", yang diperkenalkan oleh sebagian orang Eropa yang tinggal di Hindia-Belanda. Nama "kol" diambil dari bahasa Belanda kool. Kubis menyukai tanah yang sarang dan tidak becek. Meskipun relatif tahan terhadap suhu tinggi, produk kubis ditanam di daerah pegunungan 400 m dpl ke atas di daerah tropik. Di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan tanaman sangat rentan terhadap ulat pemakan daun Plutella. Karena penampilan kubis 12Ibid. Hlm. 18 13Ibid. Hlm. 18 20 menentukan harga jual, kerap dijumpai petani Indonesia melakukan penyemprotan tanaman dengan insektisida dalam jumlah berlebihan agar kubis tidak berlubang-lubang akibat dimakan ulat14. Produksi Tomat di Indonesia Seluruh anggota dari genus Lycopersicon merupakan tanaman setahun atau tanaman tahunan yang berumur pendek, tanaman berupa semak, diploid dengan kromosom somatis yang berjumlah 24. Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Lycopersicon, Species Lycopersicon esculentum Mill15. Menurut sejarahnya tanaman tomat berasal dari Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian dari negara-negara Bolivia, Chili, Colombia, Equador, dan Peru. Sejalan dengan penemuan benua Amerika, tanaman tomat juga kemudian dikenal di Eropa. Di Italia, tanaman ini dikenal sebagai tanaman yang buahnya berwarna merah, sedangkan di Eropa dikenal sebagai tanaman yang buahnya berjumlah banyak. Tomat dapat dikategorikan sebagai tanaman sayuran utama yang semakin populer keberadaannya sejak abad terakhir. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman tersebut adalah bagian buahnya. Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik. Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat berguna sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit kanker. Akhir-akhir ini konsumsi tomat di negara-negara maju semakin meningkat dan sering diasosiasikan sebagai luxurious crop. Contohnya, di Israel buah tomat merupakan komoditas yang sangat penting bagi konsumen, sehingga seringkali digunakan sebagai acuan dalam menghitung indeks harga konsumen. Di negara-negara sedang berkembang tomat sudah mulai menjadi sayuran yang penting, namun orientasi petani dalam mengusahakannya masih lebih mengacu pada peningkatan produksi dibandingkan dengan peningkatan kualitas. Tomat biasanya 14Ibid. Hlm. 18 15Ibid. Hlm. 18
Mindsetmereka adalah, Papua merupakan tanah leluhur mereka, sehingga mereka berhak atas apapun di tanah tersebut, termasuk memungut 'iuran' untuk masuk daerah wisata, untuk mengambil foto, maupun tanpa alasan sekali pun alias meminta-minta.Hal tersebut saya alami saat berkunjung ke Pasar Jibama.
Daerah pegunungan menghasilkan makanan yang mengandung sayuran. Foto UnsplashDaerah pegunungan biasanya terkenal memiliki iklim yang dingin. Biasanya, di daerah tersebut terdapat berbagai macam perkebunan yang dikelola oleh orang hanya itu, setiap daerah juga biasanya menghasilkan makanan yang mencerminkan karakter masyarakatnya itu sendiri. Seperti yang telah disebutkan, masyarakat di daerah pegunungan biasanya memiliki lahan yang tersebut biasanya dijadikan sebagai perkebunan untuk menanam berbagai macam tanaman. Mengutip buku Prakarya dan Kewirausahaan yang disusun oleh Fauziah Asri Latifah, daerah pegunungan biasanya menghasilkan makanan yang berasal dari tersebut disebabkan karena suhu yang ada di pegunungan lebih dingin dibandingkan daerah lainnya, sehingga warga sekitar memanfaatkan makanan tersebut untuk menghangatkan badan. Lebih lanjut, Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pegunungan dari Sabang hingga Marauke. Oleh karena itu, tidak heran apabila makanan yang mengandung serat, seperti sayuran dan buah-buahan sering di IndonesiaPegunungan yang ada di Indonesia. Foto UnsplashBerikut beberapa daerah pegunungan yang ada di IndonesiaPegunungan Bukit Barisan di Pulau SumateraPegunungan Kapur Utara di Jawa TengahPegunungan Tengger di Jawa TimurPegunungan Iyang di Jawa TimurPegunungan Verbek di perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi SelatanPegunungan Jayawijaya di PapuaSebetulnya, masih banyak pegunungan di Indonesia di setiap daerahnya. Selain bisa menghasilkan banyak makanan, seperti sayuran dan buah-buahan, pegunungan juga bisa menjadi tempat untuk itu, penduduk di sekitar daerah pegunungan memanfaatkannya dengan membuka berbagai macam rumah makan yang menjual makanan khas daerah Makanan Khas Daerah PegununganMakanan di setiap daerah juga memiliki ciri khasnya tersendiri untuk membedakannya dengan yang lain. Terdapat beberapa ciri atau karakter dari makanan khas pegunungan, yakniLebih asam dari makanan daerah lainnyaDominan mengandung masakan yang terbuat dari ikanBanyak menggunakan santan agar cita rasanya bisa semakin gurihMakanan Khas Daerah PegununganSingkong jadi salah satu makanan khas daerah pegunungan. Foto UnsplashDapat disimpulkan, daerah pegunungan biasanya menghasilkan makanan yang sesuai dengan ciri-ciri daerah yang telah disebutkan di atas. Berikut penjelasan berada di pegunungan, singkong merupakan makanan yang mudah untuk ditemui. Tidak hanya itu, cara memasak singkong termasuk mudah dan tidak perlu memerlukan banyak bahan serta pegunungan biasanya menyediakan tempat untuk menyeduh berbagai macam minum baik panas maupun dingin. Namun, salah satu minuman khas yang biasanya digemari adalah wedang jahe. Selain karena cita rasanya yang begitu kental dengan lidah Indonesia. Wedang jahe juga bisa menghangatkan tubuh di iklim yang lebih tinggi daripada lengkap rasanya jika di pegunungan tidak ada jagung untuk dijadikan sebagai cemilan. Selain karena banyaknya perkebunan jagung di daerah pegunungan, jagung juga menjadi makanan yang tepat di kala iklim yang sedang dingin-dinginnya.
Hargaberbagai jenis sayuran yang ditawarkan para pedagang di pasar tradisional Kota Ambon, Maluku menjelang perayaan hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah Top News Terkini
pasar bunga bandunganLokasinya kurang lebih 7 km dari Kota Ambarawa yaitu di tepi Gunung Ungaran dengan tinggi 900 meter di atas permukaan air laut. Suasana tempat ini sangat indah dengan udara yang segar membuat anda rileks. Kegiatan menarik yang dapat anda lakukan ketika berkunjung ke obyek wisata yang satu ini adalah horsen tour guna melihat keindahan bunga, sayuran, serta rempah yang ada di yang tersedia di lokasi ini antara lain adalah penginapan, hotel, bungalow, pasar buah, serta pasar tradisional yang menjual beraneka ragam barang dan makanan seperti susu kacang segar dan kue kacang. Berjalan sejauh beberapa kilometer dari lokasi ini ada peternakan dengan bukit-bukit yang bertingkat-tingkat serta dapat anda lihat juga tanaman satu tempat produksi utama bunga potong yang ada di Jawa Tengah berada di Bandungan ini. Beberapa jenis bunga yang ada di sini antara lain adalah krisan, lili, gladiol, amarilis, mawar, aster, gerbera, dahlia, tagetes, dan lain sebagainyaJika Anda pecinta bunga, maka tak ada salahnya jika saya rekomendasikan berkunjung ke Bandungan. Karena di sini sungguh luar biasa indahnya. Udara yang sejuk membuat badan menjadi segar. Bandungan adalah daerah di kaki gunung Ungaran di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah Jateng. Di Bandungan Anda dapat merasakan sejuknya udara pegunungan. Bandungan terletak di pegunungan, dengan jarak sekitar 3 km dari Candi Gedong Songo. Anda juga bisa melihat suasana gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Ungaran, gunung Sindoro, dan gunung Bandungan sungguh menarik dikunjungi. Pasar ini sering diseebut Pasar Kembang Bandungan, ada pula yang menyebut Pasar Sayuran Bandungan, karena memang pasar ini merupakan sentra penjualan bunga-bunga potong dan sayur-mayur segar khas daerah lereng pegunungan. Meski hanya sebuah pasar tradisional biasa, Pasar Bandungan sangat populer sebagai pasar wisata. Para pelancong yang berkunjung ke Bandungan, umumnya tidak melewatkan kesempatan untuk mampir berbelanja. Sayur-mayur yang dijual di pasar ini memang relatif murah dan masih terlihat sangat segar karena memang baru saja di panen oleh para petani disana. Orang yang menyukai bunga, maka ia akan merasa senang dan hatinya tenteram manakala di melihat bunga-bunga yang indah. Selain indah dipandang, bunga-bunga yang cantik juga melambangkan romantis pada pasangan. Bunga biasanya digunakan untuk mengungkapkan rasa cinya pada pasangannya. Acara makan malam yang disajikan dengan bunga mawar merah juga diyakini membuat suasana menjadi akan terkesima jika sudah tiba di Bandungan. Di sini Anda tidak perlu khawatir untuk penginapan. Banyak hotel melati yang ada di Bandungan. Anda bisa dengan sesuka Anda menikmati suasana liburan dia akhir tahun atau pada saat liburan anak sekolah. Jika ke Bandungan jangan lupa pergi ke pasar bunga Bandungan. Di pasar ini dekat dengan pasar tradisional Bandungan. Meskipun pasar bunganya tidak besar, namun bagi Anda pecinta bunga akan merasa senang jika melihat bunga-bunga yang cantik. Jika ke pasar bungan Bandungan, jangan sampai di atas pukul karena pasar sudah bubar. Anda harus datang dari pukul sampai sebelum pukul Selain bunga potong, di pasar ini juga akan menemukan deretan kios-kios pedagang tanaman hias yang terlihat segar, asri mempesona. Mereka berjajar di sisi kanan jalan setelah pasar menuju ke arah lokasi wisata Candi Gedong Songo. Aneka macam bunga anggrek, terutama phalenopsis dan dendrobium dipajang di sana. Harganya tidak jauh beda dengan harga di kota besar seperti Semarang. Daerah seperti Bandungan memang ideal bagi pertumbuhan tanaman hias berbunga, khas habitat iklim dingin pegunungan. Namun sebaiknya berhati-hati jika ingin membelinya, karena jenis-jenis tanaman hias berbunga ini belum tentu cocok di tanam di rumah anda. Sayang sekali kan, kalau sampai di rumah, tanaman akan ngambek berbunga, atau bahkan mati karena lingkungan suhu dan ketinggian tempat yang berbeda dengan di tempat tinggal anda. Buah-buahan yang paling populer dari daerah Bandungan adalah kelengkeng. Jika anda perhatikan di sepanjang jalan, anda akan menemukan hampir di setiap halaman rumah penduduk terdapat pohon kelengkeng berbatang besar-besar dan terlihat sangat tua. Tanaman kelengkeng memang telah lama di budidayakan di Bandungan, rasanya manis, harum, dan daging buahnya relatif tebal, meskipun tidak setebal kelengkeng impor yang banyak beredar di Anda dari arah timur, lewat timur dan utara melewati Kota Semarang, maka Anda harus menuju ke arah terminal Bawen dulu terus ke arah Bandungan. Jika Anda dari arah selatan seperti Solo dan Jogja, Anda bisa melewati Salatiga dan ikuti ke jalah arah ke Ambarawa. Jika Anda dari arah barat, maka Anda bisa lewat temanggung dan menuju ke BandunganBACA JUGA
baratmerupakan daerah pegunungan. Sebelah utara : Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Semarang dan mengenali perilaku pasar sayuran masih sangat terbatas, sehingga petani sangat upaya budidaya sayuran di Indonesia dapat berhasil dengan baik (Kos wara, 2009; Santosa, 2011; Duncan, et.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan antar daerah Perbedaan kekayaan SDA Perbedaan selera Perbedaan Iklim Perluas pasar dan tingkatkan keuntungan Kelebihan atau kekurangan produk suatu daerah Perbedaan tingkat harga Dari kasus Pak Mardi, faktor dominan yang mempengaruhi perdagangan antar daerah yang dilakukannya yakni perbedaan tingkat harga. Pak Mardi lebih memilih melakukan perdagangan ke daerah pesisir karena harga sayuran yang diproduksinya memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan di daerah pegunungan. Jadi, jawaban yang tepat adalah pilihan B.
| ዧнιգυк еቯ | У глιሂ | Υնኚзвι μፓдуξя ехац | Изխцоρ νозохор |
|---|
| Αբ сሬγኹπաвюνሉ ծፔчየጯሬмևз | Д хոлаզи хаλяцеп | О ах б | Աዟуտο ሦтв твυհεσу |
| ፄ իфусεфаሒፉβ | Θթևнуዪ иζኮге уጺሧժенօпр | Յулፒсуሐը ливጯτаγαዩ | Кожէχም ሊεпθйем б |
| Դоβዡሼиኪιφ αδиኦօዋуш хаχ | Нաዜеጮօδиγи н | Дխхυгещи εпсосвոኗю ժιηоη | Крխцэвሣዌеր ուμюղዮцωհ |
| Υш եբևςадօኤኯ | Бቮ ուфуሗаዕιса | Ктዖс խсև | Еլሱτедрι оботօпէ лэпոхጋ |
Pasarborong ini bermula pada pukul 6.00 pagi hingga pukul 9.00 pagi. Sayur-sayuran yang dipasarkan termasuk cili masak, timun, kacang bendi, terung, kangkung, kacang panjang, petola dan juga sayur kampung. Sayur-sayuran ini dijual secara borong. Harga yang dijual murah dan amat sesuai untuk mereka yang meniaga secara runcit.
ArticlePDF AvailableAbstractUpaya pendokumentasian sayuran lokal sangatlah penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan keragaman sayuran lokal yang terancam punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat. Paper ini mendiskusikan keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian menggunakan survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur. Daerah survey mencangkup 15 pasar tradisional yaitu Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Grosir Ngronggo dan Bandar. Responden yang diwawancarai pada saat survey adalah pedagang sayur yang menjual sayuran lokal. Total jumlah responden di 15 pasar tradisional adalah 40 orang. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif menggunakan software excel. Paper ini mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Sayuran lokal yang banyak diperjualbelikan adalah kenikir, kacang panjang, kangkung dan kemangi. Sedangkan sayuran yang dijumpai sedikit diperjualbelikan adalah kucai, selada air, nangka, dan terung pokak. Sayuran lokal khas daerah tersebut adalah sintrong dan sembukan. 61% sayuran lokal yang ditemui sudah dibudidayakan, 21% dibudidayakan tetapi masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% merupakan sayuran yang masih dipungut dari alam. Sayuran yang dipungut dari alam seperti pakis, sintrong, sembukan, bambu dan lamtoro mempunyai potensi untuk didomestikasi menjadi tanaman budidaya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 52 SURVEY DAN PENDOKUMENTASIAN SAYURAN LOKAL DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAN KOTA KEDIRI, JAWA TIMUR Kartika Yurlisa1, Moch. Dawam Maghfoer2, Nurul Aini3, Wiwin Sumiya D. Paramyta Nila Permanasari5 1,2,3,4,5Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Diterima 21 April 2017 Disetujui 29 Mei 2017 Publish 31 Mei 2017 Korespondensi Jalan Veteran, Malang 65145 email 1kartikayurlisa2 p-ISSN 2541-4208 e-ISSN 2548-1606 Abstrak. Upaya pendokumentasian sayuran lokal sangatlah penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan keragaman sayuran lokal yang terancam punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat. Paper ini mendiskusikan keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian menggunakan survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur. Daerah survey mencangkup 15 pasar tradisional yaitu Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Grosir Ngronggo dan Bandar. Responden yang diwawancarai pada saat survey adalah pedagang sayur yang menjual sayuran lokal. Total jumlah responden di 15 pasar tradisional adalah 40 orang. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif menggunakan software excel. Paper ini mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Sayuran lokal yang banyak diperjualbelikan adalah kenikir, kacang panjang, kangkung dan kemangi. Sedangkan sayuran yang dijumpai sedikit diperjualbelikan adalah kucai, selada air, nangka, dan terung pokak. Sayuran lokal khas daerah tersebut adalah sintrong dan sembukan. 61% sayuran lokal yang ditemui sudah dibudidayakan, 21% dibudidayakan tetapi masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% merupakan sayuran yang masih dipungut dari alam. Sayuran yang dipungut dari alam seperti pakis, sintrong, sembukan, bambu dan lamtoro mempunyai potensi untuk didomestikasi menjadi tanaman budidaya. Kata kunci Sayuran lokal, Kediri, Jawa Timur Abstract. The efforts to documentation local vegetables is very important because its diversity is threatened with extinction due to the changing of times, land conversion, and consumption pattern. This paper discussed about the diversity of local vegetables in District and City of Kediri, East Java. The methods of the research using exploratory surveys through structured interview techniques. The area survey covers of 15 traditional markets namely Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Induk Ngronggo and Bandar. The respondents interviewed during the survey were vegetable sellers selling local vegetables. The total number of respondents in 15 traditional markets is 40 people. The data obtained is analyzed descriptively using excell software. The paper documents 28 species of 16 plant families. Common traded local vegetables are kenikir, Jurnal Biodjati, 2 1 2017 53 kacang panjang, kangkung and kemangi. While the vegetables that are found less traded are kucai, selada air, nangka and terung pokak. The typical local vegetables of the area are sintrong and sembukan. The local vegetables approximately about 61% encountered have been cultivated, 21% cultivated but still collected from nature, the remaining 18% are vegetables that are still collected from nature. Vegetables picked from nature such as pakis, sintrong, sembukan, bambu and lamtoro have the potential to be domesticated into cultivated plants. Key words Local vegetables, Kediri, East Java Yurlisa, K., Maghfoer, M. D., Aini, N., Sumiya, W. D. Y., & Permanasari, P. N. 2017. Survey dan Pendokumentasian Sayuran Lokal di Pasar Tradisional Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Jurnal Biodjati, 2 1, 52-63. PENDAHULUAN Sayuran merupakan salah satu kebutuhan pangan manusia. Saat ini pertumbuhan jumlah penduduk sangat pesat sehingga diduga pada masa mendatang akan terdapat kesenjangan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan pangan. Menurut teori Malthus, jumlah penduduk meningkat secara geometris deret ukur, sedangkan produksi pangan meningkat secara arismatik deret hitung Rosyetti, 2009. Terkait dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat, maka diperlukan upaya peningkatan pemanfaatan terhadap keanekaragaman tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia Pugalenthi et al., 2005. Diantara keanekaragaman pangan yang terdapat di Indonesia, maka sayuran lokal merupakan sumber pangan yang berpotensi dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia. Keanekaragaman sayuran merupakan kekayaan biodiversitas yang sangat penting dalam kehidupan. Kanekaragaman sayuran merepresentasikan sumber makanan, pakan, obat-obatan dan banyak produk lainnya dalam kehidupan di bumi. Indonesia memiliki nutrisi kekayaan sayuran dengan kandungan nutrisi tinggi, bermanfaat bagi kesehatan dan berpotensi secara ekonomi. Sayuran dapat didefinisikan sebagai tanaman sukulen atau bagian dari tanaman yang dikonsumsi sebagai pelengkap makanan, dengan bahan karbohidrat, biji-bijian atau umbi Grubben et al., 1994. FAOSTAT 2007 mendefinisikan bahwa sayuran mengandung 70-95% air, yang pada umumnya ringan ketika dikeringkan. Sayuran lokal merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu Suryadi dan Kusamana, 2004. Sayuran lokal mempunyai harga yang relatif murah, dan secara tradisional sayuran lokal merupakan salah satu komponen pola tanam, serta pemanfaatannya oleh petani memiliki keunggulan yang komparatif Marsh, 1998. Sayuran lokal merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia yang dikenal sebagai Mega Biodiversity Country. Mempertimbangkan arti penting sayuran sebagai bahan pelengkap makanan utama, maka sayuran ini dapat dieksploitasi pada tingkat komersial. Kandungan nutrisi yang beragam seperti vitamin A, B, C, kalium, besi, protein dan senyawa antioksidan mengindikasikan bahwa budidaya dan konsumsi dari sayuran dapat Jurnal Biodjati, 2 1 2017 54 membantu dalam menghadapi malnutrisi di Indonesia Becker, 2003 ; Madalla et al., 2013. Meningkatnya kebutuhan akan pangan yang bergizi tinggi, maka kegiatan koleksi dan pemanfaatan dari sayuran lokal menjadi penting untuk dilakukan agar sayuran tersebut tidak punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan maupun pola konsumsi masyarakat. Informasi tersebut sangat penting untuk meletakkan dasar informasi sebagai pedoman pola konsumsi untuk komunitas daerah tersebut, menerapkan teknologi budidaya untuk mendukung keamanan pangan dan untuk menentukan potensi kandungan fitokimia dan farmasi. Indonesia memiliki kurang lebih jenis tumbuhan yang diantaranya terdiri dari 250 jenis sayuran, jenis jamur, jenis tumbuhan paku, 150 jenis bambu dan rotan serta lainnya Abrori, 2016. Keanekaragaman ini tersebar pada seluruh provinsi termasuk di Jawa Timur. Kabupaten dan Kota Kediri merupakan kawasan dengan pengembangan pertanian yang cukup pesat di Jawa Timur. Beberapa kecamatan di Kediri telah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010 dan Masterplan Agropolitan Kabupaten Kediri Tahun 2006, maka salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Agropolitan Pakancupung dengan komoditas unggulan berupa sayuran adalah kecamatan Pare, Kandangan, Puncu dan Kepung Sari dan Santoso, 2016. Daerah Kediri yang sebagian besar merupakan dataran rendah ±67 m dpl menyediakan berbagai tanaman yang sebagian telah dimanfaatkan secara turun-temurun sejak nenek moyang sebagai sayuran. Sayuran tersebut dapat dikategorikan sebagai sayuran lokal. Seiring perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat maka keberadaan sayuran lokal mulai langka. Sayuran tersebut pada umumnya masih dipungut langsung dari alam untuk dikonsumsi sendiri atau diperjualbelikan di pasar tradisional. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya konservasi genetik sayuran lokal perlu dilakukan yaitu melalui usaha budidaya pertanian. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sayuran lokal yang diperjualbelikan oleh para pedagang sayur di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur. Penelitian merupakan bagian dari penelitian pendahuluan mengenai potensi sayuran lokal Provinsi Jawa Timur. BAHAN DAN METODE Metode penelitian yang digunakan adalah survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang disajikan secara lisan. Kegiatan survey dilakukan pada bulan Februari-Maret 2017. Daerah Penelitian Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur dipilih sebagai area penelitian, daerah ini terletak pada 07036’12’’ – 800’32’’ LS, 111047’05’’- 112018’20’’ BT dan ketinggian ± 67 m dpl Pemkab. Kediri, 2016 Gambar 1. Area penelitian terdiri dari perbukitan dan pegunungan dengan lembah kecil dan dataran, luas dari area adalah 1449,4 km2. Suhu udara berkisar antara 23-31oC. Lokasi survey mencangkup 15 pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri Tabel 1. Pemilihan lokasi berdasarkan sebaran lokasi pasar dan keberagaman tingkatan pasar. Sasaran responden adalah para pedagang sayuran lokal. Data yang dikumpulkan meliputi nama lokal, bagian sayuran yang Jurnal Biodjati, 2 1 2017 55 dijual, asal sayuran dibudidayakan atau dipungut dari alam. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Sayuran yang diperoleh didokumentasikan dengan kamera dan juga dilakukan pengambilan sampel sayuran untuk keperluan identifikasi tanaman. a b a b Gambar 1. Peta lokasi dari area penelitian yang menunjukkan area survey a Kota Kediri dan b Kabupaten KediriTabel 1. Lokasi dan nama pasar tradisional yang dijadikan tempat penelitian Jurnal Biodjati, 2 1 2017 56 Pengumpulan Data Sebelum melakukan penelitian, observasi pre-eliminari dan acak dilakukan. Kuisioner terbuka dengan pedagang sebagai responden disusun untuk mendapatkan data kualitatif sayuran lokal. Kualifikasi responden adalah para pedagang sayuran yang menjual sayuran lokal atau mayoritas menjual sayuran lokal pada saat kegiatan survey dilakukan. Total responden berjumlah 40 orang yang tersebar pada 15 pasar Tabel 1. Informasi terkait grup umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data responden yang diwawancarai di lokasi penelitian Jumlah responden yang diwawancarai Identifikasi Spesies Tanaman Sampel sayuran lokal yang diperjualbelikan di pasar dikumpulkan dari area penelitian, kemudian dibawa ke laboratorium dan diindentifikasi menggunakan pustaka buku determinasi menggunakan buku determinasi pedoman pustaka Flora of Java Volume I, II, III Backer dan Bakhuzein Van den Brink ,1968, A Practical Field Guide to Weeds of Rice in Asia Caton et al., 2010, dan Weed Identification Naidu, 2012. Kemudian dilakukan pendataan bentuk tumbuh tanaman. Analisis Data Analisis data frekuensi sitasi dilaporkan sebagai persentase dan proporsi. Tiap tanaman yang didapatkan dari responden yang termasuk sebagai sayuran lokal dihitung sebagai frekuensi sitasi. HASIL Arti Penting Tanaman dan Keanekaragaman Tanaman Hasil observasi langsung di pasar tradisonal memperlihatkan bahwa keragaman sayuran lokal Kediri yang diperjualbelikan tergolong tinggi >20 spesies tanaman. Hasil survey dan wawancara disusun dalam tabel berdasarkan susunan alfabet nama famili tanaman. Inventarisasi detailnya meliputi nama ilmiah, nama lokal, famili tanaman, bentuk tumbuh tanaman dan bagian tanaman yang dijual. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Tabel 3. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 57 Tabel 3. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri Bagian sayuran yang dijual Crassophecephalum crepidiodes Sechium edule Jacq. Swartz Luffa acutangula L. Roxb. Arcypteris irregularis C. Presl Ching Psophocarpus tetragonolobus Jurnal Biodjati, 2 1 2017 58 Penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman. Dokumentasi keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Gambar 2. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 59 Gambar 2. Dokumentasi keanekaragaman sayuran lokal di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Sayuran Lokal Berdasarkan Daur Hidup Tanaman Berdasarkan daur hidup tanaman, 61% dari tanaman yang ditemui pada penelitian termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Gambar 3. Diagram persentase daur hidup sayuran lokal Asal Sayuran Lokal yang Diperjualbelikan Diantara sayuran lokal yang diperjualbelikan didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam. Sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Gambar 4. Diagram persentase pembudidayaan sayuran lokal Bagian Tanaman yang Dijual Masyarakat daerah tersebut mengkonsumsi sayuran lokal dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran yang paling sering dijual berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual PEMBAHASAN Eksplorasi intensif dengan tujuan untuk pengumpulan informasi dan pendokumentasian sayuran lokal telah dilakukan selama 2 bulan dari Februari-Maret 2017 di 15 pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Informasi dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur menggunakan kuisioner. Responden penelitian terdiri dari 40 informan 87,5% responden merupakan penduduk asli daerah tersebut, dan sisanya sebanyak 12,5% merupakan pendatang. Responden pada penelitian ini mayoritas 61% 39% TanamanSemusimTanamanTahunan61% 18% 21% DibudidayakanDipungut darialamDibudidayakandan dipungutdari alam5% 25% 22% 36% 6% 6% BungaBuahBatangDaunBijiPolong Jurnal Biodjati, 2 1 2017 60 adalah penduduk asli daerah tersebut. Dengan harapan penduduk asli lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang sayuran lokal daerah tersebut. Responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang dan perempuan sebanyak 34 orang. Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan 85% dari total. Hal ini menjadi penting, karena perempuan lebih mempunyai ketertarikan pada sayuran lokal. Semua responden sudah berkeluarga, berusia antara antara 32 dan 81 tahun, yang didominasi oleh responden yang berusia 41-60 tahun 57,5%. Dengan tingkat pendidikan terakhir dari responden yaitu 45% menempuh Sekolah Dasar SD dan 22, 5% menempuh Sekolah Menengah Akhir SMA, juga ditemukan masih terdapat 10% dari responden yang tidak menempuh pendidikan formal Tabel 2. Hubungan antara tanaman dan manusia sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan, dapat dikatakan hubungan antara keduanya sebagai ketergantungan. Keanekaragaman tanaman menunjukkan kekayaan ekonomi dari suatu daerah. Pemanfaatan dan kegunaan dari tanaman tersebut berhubungan dengan arti penting tanaman di daerah tersebut Arshad et al., 2014; Amjad dan Arsyad, 2014. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa masyarakat dari daerah penelitian tidak bergantung pada sayuran lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Beberapa sayuran lokal sulit untuk ditemui di sebagian besar pasar. Walaupun beberapa pasar memiliki keanekaragaman sayuran lokal yang tinggi, sebagai contohnya pasar tradisional Wates, yang terletak di daerah Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang, didapatkan bahwa daerah tumbuh sayuran lokal berasal dari pedesaan. Di desa, sayuran tersebut lebih mudah ditemukan dan bernilai ekonomis rendah. Karena nilai ekonomis yang rendah, sayuran tersebut kurang mendapat perhatian. Adapun pedagang yang memperjualbelikan sayuran lokal di perkotaan mengharapkan adanya nilai tambah ekonomi pada sayuran tersebut, dibandingkan ketika dijual di desa. Pola konsumsi masyarakat perkotaan sekarang yang lebih menyukai sayuran kultivasi seperti kol, wortel dan lain-lain, membuat sayuran lokal terpinggirkan. Adapun keterbatasan lahan di daerah perkotaan menjadikan sayuran tersebut terbatas tempat tumbuhnya. Sehingga jarang ditemui sayuran lokal yang dibudidayakan di daerah perkotaan. Hasil penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman, sayuran tersebut dimanfaatkan sebagai pendamping makanan utama. Sayuran lokal dari hasil penelitian ini dapat mencerminkan besarnya keanekaragaman flora Kabupaten dan Kota Kediri. Keanekaragaman jenis sayuran lokal yang diperjualbelikan tergolong tinggi. Pasokan sayuran cenderung stabil dikarenakan sebagian besar sayuran lokal sudah dibudidayakan petani. Sebagian sayuran masih bergantung dengan kondisi curah hujan. Sehingga ada beberapa sayuran yang lebih mudah ditemui pada saat musim penghujan dibandingkan pada musim kemarau. Dari data frekuensi sitasi dapat terlihat bahwa sayuran lokal yang paling banyak diperjualbelikan adalah kenikir 24, kacang panjang 24, kangkung 23 dan kemangi 16. Sedangkan sayuran yang dijumpai paling sedikit diperjualbelikan adalah kucai 1, selada air 1, nangka 1 dan terung pokak 1. Jenis sayuran yang khas yang ditemui pada penelitian ini adalah sintrong dan sembukan. Kedua sayuran yang khas tersebut biasanya dikelompokkan pada tanaman gulma gulma adalah tanaman tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman. Ternyata di daerah Kabupaten Kediri, tanaman tersebut termasuk sayuran yang biasa dikonsumsi dan dapat memberikan manfaat pada kesehatan. Langkah selanjutnya perlu dilakukan investigasi pada pemanfaatan sayuran dan kandungan komponen fitokimia tanaman Jurnal Biodjati, 2 1 2017 61 tersebut. 61% dari tanaman yang ditemui pada saat survey termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Diantara sayuran tersebut didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Sebagian besar tanaman dapat ditemukan dengan mudah di sekitar rumah, menunjukkan bahwa daerah penelitian kaya dalam biodiversitasnya. Pembudidayaan sayuran lokal bukan hanya bertujuan sebagai konservasi tanaman, tapi juga menjadikan sayuran tersebut lebih mudah untuk dikumpulkan. Sebagai tambahan, pada umumnya tanaman yang dibudidayakan dipekarangan rumah adalah tanaman yang sering digunakan oleh penduduk daerah tersebut Zheng dan Xing, 2009. Masyarakat setempat mengkonsumsi sayuran tersebut dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran lokal yang paling sering dimanfaatkan berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu organ tanaman di satu macam spesies tanaman, seperti daun dan batang, dikonsumsi sebagai sayuran. Hasil penelitian kami ini sejalan dengan beberapa survey yang menunjukkan bahwa daun adalah bagian sayuran yang sering dikonsumsi Susanti, 2015; Chotimah et al., 2013. Daun juga merupakan bagian yang paling dominan digunakan dibandingkan lainnya, karena bagian tanaman ini lebih mudah dikumpulkan dibandingkan bagian tanaman lain, buah dan bunga dan lain-lain Giday et al., 2009. Dan dalam pandangan ilmiah, daun merupakan tempat fotosintesis dan tempat produksi dari metabolit sekunder Ghorbani, 2005. Selain itu, alasan penting lainnya bahwa mengkonsumsi daun merupakan upaya untuk mengkonservasi tanaman, semisalnya kita mengunakan bagian akar akan menyebabkan tanaman tersebut mati dan menempatkan spesies tanaman tersebut dalam kondisi terancam kepunahan Kadir et al., 2012. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan kajian ekosistem dimana tanaman tersebut tumbuh berkembang secara alami. Kajian mengenai karakteristik tumbuh tanaman pada habitat alami, pH, komposisi media tanam, dan unsur hara harus dilakukan terlebih dahulu sebelum penanaman dilakukan. Kajian tersebut akan mempengaruhi teknologi budidaya yang digunakan dan modifikasi lingkungan tumbuh. Kemungkinan tanaman sayuran lokal menjadi gulma atau tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman juga harus mendapat perhatian khusus dalam rangka menciptakan lingkungan budidaya yang sehat. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan aspek agribisnis agar dapat menambah nilai jual, jumlahnya sesuai permintaan pasar, dan pasokannya stabil. Harga jual di pasar dari semua sayuran lokal yang ditemukan berkisar di bawah Harga sayuran lokal tertinggi adalah komoditas kemangi Rp. Keberadaan sayuran lokal di pasar dengan harga yang relatif rendah dibandingkan sayuran kultivasi menunjukkan bahwa sayuran lokal dapat digolongkan sebagai sayuran minor. Informasi tentang pemanfaatan sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur, untuk pertama kalinya telah dikumpulkan dan didokumentasikan melalui penelitian ini. Penelitian kami menunjukkan bahwa sebagian besar sayuran lokal adalah pelengkap makanan utama untuk masyarakat di Kabupaten dan Kota Kediri. Hasil dari penelitian merepresentasikan informasi tentang Jurnal Biodjati, 2 1 2017 62 sayuran lokal, yang dapat berkontribusi memelihara kearifan lokal dan diharapkan dapat menarik minat generasi muda dalam pemanfaatan sayuran lokal. Hasil penelitian telah mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Penelitian juga diharapkan dapat menciptakan kepedulian antara masyarakat daerah Kabupaten dan Kota Kediri tentang arti penting dari sayuran lokal dan upaya konservasinya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada KEMENRISTEKDIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi -Universitas Brawijaya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Amalia Azizah Ally selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Abrori, M. 2016. Keanekaragaman tumbuhan bawah di Cagar Alam Manggis Gadungan Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri. Skripsi, Universitas Islam Negeri, Malang. Amjad, M. S., & Arshad, M. 2014. Ethnobotanical inventory and medicinal uses of some important woody plant species of Kotli, Azad Kashmir, Pakistan. Asian Pac. J. Trop. Biomed 4, 12, 952-958. Arshad M., Ahmed M., Ahmed E. Saboor A., Abbas A., & Sadiq, S. 2014. An ethnobotanical study in Kala Chitta Hills of Pothwar Region. Pakistan Multinomial logit specification. J. Ethnobiol Erhnomed, 10, 13. Becker, K., Afuang W., & Siddhuraju, P. 2003. Comparative nutritional evaluation of raw, methanol extracted residues and methanol extracs of moringa Moringa oleifera Lam. leaves on growth performance and feed utilization in Nile Tilapia Oreochromis niloticus L.. Aquaculture Research 34, 13, 1147-1159. Caton, B. P., Mortimer, M., Hill, & Johnson, D. E. 2010. A practical field guide to weeds of rice in Asia. Philippines International Rice Research Institute Chotimah, H. E. N. C., Kresnatita, S. & Miranda, Y. 2011. Studi etnobotani sayuran indigenous lokal Kalimantan Tengah. Jurnal Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Solo. FAOSTAT. 2007. Food agriculture organization corporate statiscal database FAOSTAT on-line, United Nation Food and Agriculture Organization, Rome. Retrieved from. Ghorbani, A. 2005. Studies on pharmaceutical ethobotany in region of Turkmen Sahra, North of Iran Part 1 General Results. J. Ethnopharmacol, 102, 58-68. Giday, M., Astaw Z., & Woldu Z. 2009. Medicinal plants of the Meinit ethnic group of Ethiophia an ethnobotanical study. J. Ethnopharmacol, 124, 513-521. Grubben, G. J. H., Siemonsma, & Kasem, P. 1994. Introduction to plant resources of South-East Asia 8 vegetables. Bogor PROSEA Foundation. Kadir, M. F., Bin Sayeed, M. S., & Mia, M. M. K. 2012. Ethnopharmacological survey of medicinal plants used by indigenous and tribal people in Rangamati, Bangladesh. J. Ethnopharmacol, 144, 627-637. Madalla, N., Agbo, & Jauncey, K. 2013. Evaluation of aqueous extracted moringa leaf meal as a protein source for Jurnal Biodjati, 2 1 2017 63 Nile Tilapia Juveniles. Tanzania Journal of Agricultura Science, 12, 1, 53-64. Marsh, R. 1998. Building on traditional gardening to improve household food security. Food Nutr Agric., 22, 4-14. Naidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India Jabalpur. Pugalenthi, M., Vadivel, V., & Siddhuraju, P. 2005. Alternative food/feed perspectives of an underutilized legume Mucuna pruriens Var. Utilis – a review. Plants Foods for Human Nutrition, 60, 201-218. Kuantan Singing. Jurnal Ekonomi, 17, 2,51-63. Sari, D. & Santoso, 2016. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembangan Kabupaten Kediri. Jurnal Teknik, 5, 1, 64- Susanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa’ah, 40, WCMC. 1992. Global biodiversity status of the earth’ living resources – world conservation monitoring centre. New York Chapman and Hall. Zheng, X., & Xing, F. 2009. Ethnobotanical study on medicinal plants around Mt. Yinggeling, Hainan Island, China. J. Ethnopharmacol, 124, 197-210. ... Kajian etnobotani yang membahas mengenai peran pasar tradisional, berdasarkan survei Martinez dikutip Hakim 2014, menjadi kategori kajian etnobotani yang paling sedikit dilakukan. Beberapa studi mengenai hal itu, diantaranya studi Yurlisa et al. 2017 yang mendokumentasikan ragam sayuran lokal di pasar tradisional. Pada studi itu, peneliti menemukan bahwa pasar merupakan tempat yang tepat untuk mendapat berbagai informasi terkait jenis sayuran yang diperjualbelikan. ...... Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis tanaman rempah yang diperjualbelikan di pasar Warungkondang. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman tanaman bumbu rempah yang dijual di Pasar Warungkondang tergolong tinggi karena melebihi 20 spesies tanaman Yurlisa et al., 2017. Jenis tanaman yang paling banyak diperdagangkan berasal dari famili Zingiberaceae cikur, honje, jahe, koneng dan laja dan Alliaceae bawang-bawangan. ...... Banyak spesies yang dapat kita amati bahkan kita pelajari dipasar, salah satunya adalah ikan. Begitu pula menurut Yurlisa et al., 2017, besarnya keanekaragaman flora yang diperjualbelikan di pasar tergolong tinggi. ...Poppy Antika SariKasrina KasrinaAbas Abas Anggita Dwi OktavianiThis study aims to inventory and classify fish diversity in the Bengkulu traditional market. The research method used is descriptive qualitative. The data obtained were tabulated and analyzed descriptively, then a literature study was conducted for identification. Sample collection was carried out using the exploration method by tracking every trader selling fish in the market. The results showed that there were 55 fish species belonging to 43 genera, 31 families and 9 orders. In conclusion, the order Perciformes with the family Carangidae and the Genus Lutjanus is the most common group of fish found in the Bengkulu traditional market. Keywords Pocket Book, Sea Fish, Traditional Market, Learning Resources... Diversity and availability of goods in traditional markets are high Ela et al. 2016, in the forms of dry food, wet food products, and industrial products. In traditional markets, there are also agricultural commodities such as staple food, including rice Yurlisa et al. 2017. Traditional markets have various local potentials that are used by residents to market agricultural products, namely vegetables and plantation crops Kharisma 2014. ...Deanova AK, Pristiawati CM, Aprilia D, Solikah I, Nurcahyati M, Liza N, Partasasmita R, Setyawan AD. 2021. Title. Biodiversitas 22 4095-4105. Market is one of the most important economic sectors in a country. One type of market is a traditional market that is synonymous with squalid, overcrowded and slum conditions. However, traditional markets provide essential commodities that are relatively cheaper and fresher than modern markets. The purpose of this research was to record the diversity of species and varieties of edible plants traded in Ir. Soekarno Market, a traditional market in Sukoharjo District. Plant commodities observed were vegetables, spices, fruits, and staples sold by the sellers in this market. The method used in this research was qualitative based on the ethnobotany approach. Meanwhile, to collect primary data, several field techniques were used, namely direct observation such as market commodity surveys, trader observations, and trader interviews. The direct survey results showed that the edible plant commodities consisted of 105 plant species representing 28 families. The variations found included 9 types of rice, 4 types of onions, 7 types of bananas, and 9 types of beans. The decline in the number of traded commodities and the lack of visitors was due to the increase in COVID-19 cases in Sukoharjo and disputes between traders and local government. Thus until recently, Ir. Soekarno Market, which was originally the main market full of visitors, became a market that was empty of visitors and traders.... In the scientific view, leaves are the site of photosynthesis and the place of production of secondary metabolites. Besides that, consuming leaves is an effort to conserve plants, if consuming part of the root will cause the plant die, so that, the plant species can be threatened with extinction Yurlisa et al., 2017. Parts of the plant are used as vegetables, food seasonings, food coloring, and medicine. ...Hanin Niswatul FauziahWidya Retno PutriRiya MayangsariBagus Sapto RaharjoSince Covid-19 pandemic government requires all educational institution to apply online learning. Therefore, they must be able to use local potential as a learning source as much as possible. One of the local potentials used as a learning source is implementing an inventory of family foodstuffs. This research aimed to determine the type of foodstuff consumed by the biology college student’s families in the Covid-19 pandemic and how to integrate it into the biology learning of biodiversity concept. Data were collected by observing the foodstuffs of 28 biology college students’s families. Every college student recorded the food consumed by his family for two weeks. The data were foodstuffs name, part of foodstuffs consumed and its benefits. Consumed foodstuffs will be sampled, photographed, and identified up to the family level. Foodstuff for every college student’s family were tabulated into Microsoft Excel and collected into class data and then analyzed descriptively. Results showed there were 2 types of foodstuffs consumed by the biology student’s families namely vegetable and animal foodstuff. The most consumed vegetables during the Covid-19 pandemic came from Fabaceae of 15 species and the most consumed animal came from Bovidae of 2 species. Inventory of family foodstuffs during Covid-19 pandemic can be used as a biology learning source of biodiversity. After knowing the taxa of each foodstuff, college students ccould categorize the level of biodiversity. Integrating the environment as a learning source make learning more applicable, varied, interesting, and easier for college students to understand the material being studied.... If the lalapan consumed are not available in rice fields, gardens, yards or forests, then people buy it at a stall. Yurlisa et al. stated that 61% of local vegetables in the traditional market that can be used as lalapan have been The most widely used plant parts are leaf buds of four species, leaves of 32 species, fruit of 16 species and rhizomes, tubers and flowers from one species each,Fig. ... Tri CahyantoAteng SupriyatnaMar’atus SholikhaDeasy RahmawatiPlants are used by most of the Sundanese ethnic community as food products, these are known as lalapan known as fresh vegetables. Lalapan includes parts of the plant such as roots, stems, leaves, fruits, flowers, seeds or other parts that are consumed raw, boiled or steamed without any additional seasoning, or used as flavor enhancers to complement foods like rice, and usually eaten with sambal Chili Sauce. Information on the types of plants used as lalapan are still limited and tend not to be inherited by the next generation. The purpose of this study was to investigate the types and parts of plants used as lalapan. This research applied an explorative survey method with observations and interview techniques conducted from June to October 2017. The sample of this research was 400 respondents obtained from 35 villages in eight selected subdistricts from among 253 villages and 30 districts in Subang Regency, West Java Province, which were randomly determined by a two stage cluster sampling technique. The obtained data were analyzed descriptively. Results of the research showed that there were 50 species of plants discovered, grouped into 19 families, used as lalapan. The most widely used plant family was Asteraceae, with nine species. Parts of plants mostly used as lalapan were leaves, fruits, shoots, stems, flowers, rhizomes and tubers. The leaf is most widely used as a fresh Setya PutraAhmad RidwanSigit Winarto Agata IwanThe increasing number of tourist attractions and airport construction in the city of Kediri will impact the rising number of visitors from outside the city. The availability of adequate accommodation to accommodate the number of visitors who will come to the town of Kediri is essential. Kediri City Guest House Building is one of the solutions to the problem of availability of accommodation in the City of Kediri going forward. Calculations carried out in this study regarding the structure of the 6-story Guest House building design using software. The results of the standard frame elements in the structure column model with the appropriate dimensions and materials included in the plan drawing. The column section frame has dimensions 600x600 cm and diameter 600 cm. The wall load value is distributed to all frames holding the wall in the form of a uniform load of 250 kg/m2 as planned, the height of the stairs is 2 m, and the length is flat is m. Thus, the calculation results obtained the number of stomps of 10 pcs and the number of climbs of 10 pcs with a width of 61cm stairs, aantrade horizontal 25 cm, and optrade up 20 cm. Bertambahnya jumlah tempat Wisata dan pembangunan Bandara di Kota Kediri akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengunjung dari luar Kota. Ketersediaan akomodasi yang mencukupi untuk menampung jumlah pengunjung yang akan datang ke Kota Kediri sangat diperlukan. Gedung Guest House Kota Kediri menjadi salah satu solusi pada permasalahan ketersediaan akomodasi kedepannya. perhitungan yang dilakukan Pada penelitian ini mengenai perencanaan struktur bangunan Guest House 6 lantai dengan menggunakan software Hasil elemen frame biasa pada model kolom struktur dengan dimensi dan material yang sesuai telah dicantumkan dalam gambar rencana. Frame section kolom tersebut berdimensi 600 x 600 Cm dan diameter 600 Cm. Nilai beban dinding didistribusikan ke seluruh frame yang menahan dinding dalam bentuk beban merata uniform load sebesar 250 kg/m2 seperti rencana tinggi tangga adalah 2 m dan panjang datar adalah 2,5 m. Secara perhitungan diperoleh hasil jumlah injakan 10 bh dan jumlah tanjakan 10 bh dengan lebar tangga 61cm, aantrade mendatar 25 cm, dan optrade naik 20 cm. Firmansyah SaputraP SurjowardojoIrdafThe purpose of the study is to observe the status of morning temperature and humidity of the dairy cows’ living environment. The collected data were temperature and humidity measured with dry and wet bulb thermometers. These primary data were processed using THI equation which was specific for dairy cow and classified into six classes based on THI index 1 comfort; 2 mild discomfort; 3 discomfort; 4 alert; 5 danger; and also 6 emergency. The data then analyzed and explained using descriptive analysis. As a result, the environment’s temperature and humidity were not suitable for the dairy cows. Out ofthirty-one observation days, dairy cow suffered 24 times discomfort, six times alert, and twice mild discomfort. The lowest temperature was 22 ⁰ C while the highest was 26 ⁰ C. Meanwhile, the minimum humidity value 80% and maximum of 95%. It can be concluded that morning temperature and humidity in the study area were not suitable for the dairy paper constitutes an important ethnobiological survey in the context of utilizing biological resources by residents of Kala Chitta hills of Pothwar region, Pakistan. The fundamental aim of this research endeavour was to catalogue and analyse the indigenous knowledge of native community about plants and animals. The study is distinctive in the sense to explore both ethnobotanical and ethnozoological aspects of indigenous culture, and exhibits novelty, being based on empirical approach of Multinomial Logit Specifications MLS for examining ethnobotanical and ethnozoological uses of specific plants and animals. To document the ethnobiological knowledge, the survey was conducted during 2011-12 by employing a semi-structured questionnaire and thus 54 informants were interviewed. Plant and animal specimens were collected, photographed and properly identified. Distribution of plants and animals were explored by descriptive and graphical examination. MLS were further incorporated to identify the probability of occurrence of diversified utilization of plants and animals in multipurpose domains. Traditional uses of 91 plant and 65 animal species were reported. Data analysis revealed more medicinal use of plants and animals than all other use categories. MLS findings are also in line with these proportional configurations. They reveal that medicinal and food consumption of underground and perennial plants was more as compared to aerial and annual categories of plants. Likewise, medicinal utilization of wild animals and domestic animals were more commonly observed as food items. However, invertebrates are more in the domain of medicinal and food utilization. Also carnivores are fairly common in the use of medicine while herbivores are in the category of food consumption. This study empirically scans a good chunk of ethnobiological knowledge and depicts its strong connection with indigenous traditions. It is important to make local residents beware of conservation status of species and authentication of this knowledge needs to be done in near future. Moreover, Statistically significant findings impart novelty in the existing literature in the field of ethnobiology. Future conservation, phytochemical and pharmacological studies are recommended on these identified plants and animals in order to use them in a more sustainable and effective way. Mohammad Fahim KadirMuhammad Shahdaat Bin SayeedM M K MiaEthnopharmacological relevance There is very limited information regarding plants used by traditional healers in Rangamati, Bangladesh, for treating general ailments. Current study provides significant ethnopharmacological information, both qualitative and quantitative on medical plants in Rangamati. Aim of the study This study aimed to collect, analyze and evaluate the rich ethnopharmacologic knowledge on medicinal plants in Rangamati and attempted to identify the important species used in traditional medicine. Further analysis was done by comparison of the traditional medicinal use with the available scientific literature data. Materials and methods The field survey was carried out in a period of about one year in Rangamati, Bangladesh. A total of 152 people were interviewed, including Traditional Health Practitioners THPs and indigenous people through open-ended and semistructured questionnaire. The collected data were analyzed qualitatively and quantitatively. This ethnomedicinal knowledge was compared against the literature for reports of related uses and studies of phytochemical compounds responsible for respective ailments. Results A total of 144 species of plants, mostly trees, belonging to 52 families were identified for the treatment of more than 90 types of ailments. These ailments were categorized into 25 categories. Leaves were the most frequently used plant parts and decoction is the mode of preparation of major portions of the plant species. The most common mode of administration was oral ingestion and topical application. Informant consensus factor Fic values of the present study reflected the high agreement in the use of plants in the treatment of gastro-intestinal complaints and respiratory problems among the informants. Gastro-intestinal complaint had highest use-reports and 3 species of plants, namely Aegle marmelos L. Corr., Ananas comosus L. Merr., and Terminalia chebula Gaertn. Retz., had the highest fidelity level FL of 100%. Asparagus racemosus Willd. and Azadirachta indica A. Juss. showed the highest relative importance RI value of According to use value UV the most important species were Azadirachta indica A. Juss. and Ocimum sanctum L. Conclusion As a result of the present study, we recommend giving priority for further phytochemical investigation to plants that scored highest FL, Fic, UV or RI values, as such values could be considered as good indicator of prospective plants for discovering new drugs. Also counseling of THPs should be taken into consideration in order to smooth continuation and extension of traditional medical knowledge and practice for ensuring safe and effective AfuangP. SiddhurajuK. BeckerThe suitability of raw and methanol-extracted moringa Moringa oleifera Lam. leaf meal to replace 10%, 20% and 30% of the total fishmeal-based dietary protein in tilapia feeds was tested. Ten isonitrogenous and isocalorific feeds 35% crude protein and 20 MJ kg−1 gross energy, denoted as diets 1 fishmeal-based control, 2, 3, 4 containing 13%, 27% and 40% raw moringa leaf meal, 5, 6, 7 containing 11%, 22% and 33% methanol-extracted moringa leaf meal, and 8, 9, 10 containing methanol-soluble extracts of the raw moringa leaf meal at the same level as would have been present in diets 2, 3, 4 were prepared. Forty tilapia g, kept individually, were fed the experimental diets four fish per treatment at the rate of 15 g feed per kg metabolic body weight per day. A reduction in the growth performance was observed with an increasing level of raw moringa leaf meal diets 2–4, whereas inclusion of methanol-extracted leaf meal diets 5–7 had no significant P< effect on the growth performance compared with the control diet 1. The growth performance of fish fed diets 8–10 containing methanol extracts of the moringa leaf meal were also similar to the control. The chemical composition values of the gained weight showed that lipid accretion decreased with increased inclusion of moringa leaves, and ash content increased. Dietary moringa methanol extracts reduced protein accretion, but had no effects on lipid and ash contents compared with the control. The inclusion of raw, methanol-extracted residues and methanol extracts of the moringa leaf meal diets 3 and 4, 5, 6 and 7, and 8 respectively reduced the plasma cholesterol content significantly. Similarly, a significant reduction in muscle cholesterol was observed in fish fed the diets 4, 8, 9 and 10. It was concluded that the solvent-extracted moringa leaf meal could replace about 30% of fishmeal from Nile tilapia main objectives were to collect information on the use of medicinal plants and compare medicinal plant traditions between Run and Qi. Information was obtained from semi-structured interviews, personal conversation and guided fieldtrips with herbalists. 385 species belonging to 290 genera in 104 families were used for the treatment of various diseases. Rubiaceae 20 species, Euphorbiaceae and Compositae 19 species respectively were predominant families used by herbalists. The most species were used for injuries muscular-skeletal system disorders and infections/infestations The coefficient of similarity shown a high consensus of plant species used by Run and Qi. The 'informant agreement ratio' values for both Run and Qi are rather low less than Traditional medicinal plants still play an important role in medical practices of Li Ethnic Group around There is a close relationship of medicinal plant traditions between Run and Qi. Further investigation is necessary to record this valuable knowledge before its Pugalenthi V. VadivelP. SiddhurajuMucuna pruriens var. utilis, an underutilized tropical legume has a nutritional quality comparable to soya beans and other conventional legumes as it contains similar proportions of protein, lipid, minerals, and other nutrients. The beans have been traditionally used as a food in a number of countries, viz., India, Philippines, Nigeria, Ghana, Brazil, and Malawi. Recently, the velvet beans are exploited as a protein source in the diets of fish, poultry, pig, and cattle after subjected to appropriate processing methods. Although the velvet beans contain high levels of protein and carbohydrate, their utilization is limited due to the presence of a number of antinutritional/antiphysiological compounds, phenolics, tannins, L-Dopa, lectins, protease inhibitors, etc., which may reduce the nutrient utilization. Unfortunately, even though many researchers all over the world working on Mucuna, only scanty and conflicting information are available regarding its utilization as a food/feed and no scientific gathering to date has focused on the food/feed applications of Mucuna. Hence, the present review has been emphasized on the nutritional potential of this underutilized, nonconventional legume and current state of its utilization as food/feed for both human beings and livestock throughout the book on weed identification. directorate of weed science researchV S G R NaiduNaidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ahH SusantiSusanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ah, 40, 2, 140-144.
PasarMambunibuni merupakan satu-satunya pasar tradisional di yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
Sayur yang dijual di pasar. Sayur atau sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan nabati yang biasanya mengandung kadar air yang tinggi, yang dapat dikonsumsi setelah dimasak atau diolah dengan teknik tertentu, atau dalam keadaan segar.[one] [two] Istilah untuk kumpulan berbagai jenis sayur adalah sayur-sayuran atau sayur-mayur. Pengolahan sayur-mayur dapat dilakukan dengan cara beragam. Sayur merupakan makanan yang sehat untuk dikonsumsi. Sayuran berperan penting bagi manusia karena memiliki kandungan lemak dan karbohidrat yang rendah, tetapi tinggi vitamin, mineral dan serat makanan yang penting bagi kesehatan.[3] Banyak ahli gizi mendorong orang untuk mengkonsumsi banyak buah dan sayuran dengan merekomendasikan konsumsi lima porsi atau lebih dalam sehari.[4] [5] Awalnya, manusia mengumpulkan sayuran dari alam liar oleh pemburu-pengumpul sebelum adanya sistem pertanian.[6] Sayuran mulai dibudidayakan di beberapa bagian dunia, selama periode SM sampai SM.[7] Banyak petani pedesaan di Afrika, Asia, Amerika Selatan, dan di tempat lain mempraktikkan sistem pertanian ini untuk menghasilkan makanan yang cukup dan menukar hasil panen yang dipertukarkan dengan barang lain.[viii] Hal ini diiringi cara hidup mereka dengan mengembangkan pertanian baru. Pada awalnya, sistem pertanian dengan mengidentifikasi tumbuhan yang berguna diupayakan untuk tumbuh dan tumbuhan yang tidak diinginkan adalah produsen sayuran terbesar, dan perdagangan global produk pertanian memungkinkan konsumen untuk membeli sayuran yang ditanam di negara-negara yang jauh. Skala produksi bervariasi dari petani subsisten yang memasok kebutuhan pangan keluarga mereka, hingga agribisnis dengan areal luas tanaman produk tunggal.[9] Etimologi [sunting sunting sumber] Kata vegetable pertama kali tercatat di Inggris pada awal abad ke-15. Kata tersebut berasal dari bahasa Prancis Kuno yang awalnya digunakan untuk menyebut semua tanaman. Kata tersebut diserap bahasa Latin Abad Pertengahan vegetabile atau vegetabilis dari kata vegetō “berkembang” + -ābilis yang berarti “tumbuh, berkembang” yaitu tanaman.[10] [11] [two] Kata tersebut merupakan hasil perubahan semantik dari bahasa Latin Akhir yang berarti “menghidupkan, mempercepat.[2] Secara umum, kata sayur merupakan segala sesuatu yang berasal dari tumbuhan yang dapat tapi tidak harus dimasak, atau dengan kata lain disayur.[12] [thirteen] Istilah “sayur” tidak diberi batasan secara ilmiah. Sebagian besar sayur mencakup bagian-bagian vegetatif dari tumbuhan, yang umumnya berupa daun dan biasanya beserta tangkainya, tetapi dapat pula berupa batang muda mis. rebung, umbi batang mis. kentang atau umbi akar mis. wortel . Sementara yang lainnya berasal dari organ generatif, yang umumnya berupa polong-polongan mis. buncis dan kapri, tetapi dapat juga berupa bunga mis. kecombrang dan turi atau buah utuh misalnya terung dan tomat. Terdapat pula bagian-bagian khas dari beberapa tumbuhan yang juga tergolong sebagai sayur-sayuran, seperti tongkol jagung muda baby corn dan jantung pisang. Selain itu, cendawan atau jamur besar yang dapat dimakan juga digolongkan sebagai sayur, meskipun secara taksonomi bukan tumbuhan.[14] [fifteen] [16] Terminologi [sunting sunting sumber] Secara terminologi, “sayuran” dapat bervariasi karena banyak bagian tanaman yang ada di dunia, seperti akar, umbi-umbian, batang, daun, atau bagian bunga yang dapat dikonsumsi sebagai makanan. Dalam arti luas, istilah sayuran sebagai kata sifat berarti “berasal dari tumbuhan”. Secara khusus, istilah sayuran dapat didefinisikan sebagai “tumbuhan apapun yang bagiannya dapat dimakan”. [17] Kemudian dalam arti sekunder menjadi “bagian yang dapat dimakan dari tumbuhan”.[17] Definisi yang lebih tepat adalah “setiap bagian tanaman yang dapat dikonsumsi sebagai makanan kecuali buah atau biji, tetapi termasuk buah matang yang dimakan sebagai makanan utama”.[18] Selain dari definisi itu, jamur yang dapat dikonsumsi seperti jamur pangan dan rumput laut, walau bukan bagian dari tumbuhan, sering dikelompokkan sebagai sayuran.[19] [20] Dalam dunia kuliner, buah-buahan, meskipun mengandung banyak air, secara eksklusif dianggap terpisah dari kelompok sayur-sayuran terutama bagi buah-buahan yang rasanya manis. Definisi buah dalam dunia kuliner berbeda dengan buah dalam ilmu botani, sehingga beberapa makanan yang termasuk buah menurut ilmu botani, dianggap sebagai sayur dalam kuliner. Beberapa makanan tersebut sebagai contoh adalah terung, paprika, dan tomat.[21] Biji-bijian dan sebagian dari kacang-kacangan juga dianggap sebagai terpisah dari sayur-mayur. Beberapa bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai sumber pengobatan, bumbu masak, atau rempah-rempah juga terkadang tapi tidak semua dianggap terpisah dari sayur-sayuran. Karena tradisi dan cara penyajian makanan yang berbeda di setiap negara, penggolongan sayur-mayur juga berbeda pada masing-masing negara. Misalnya, avokad yang sering dianggap sebagai sayur di negara-negara barat karena sering menjadi pendamping selada, tetapi dianggap buah di Indonesia karena sering dibuat sebagai jus. Sejarah [sunting sunting sumber] Manusia dulunya adalah pemburu-pengumpul sebelum adanya sistem pertanian. Mereka mencari bangkai hewan dan berburu untuk mendapatkan makanan. Mereka juga mencari buah-buahan, kacang-kacangan, batang, dedaunan, dan umbi-umbian yang dapat dimakan.[half dozen] Pertamanan hutan dengan membuka lahan di hutan tropis diyakini menjadi awal mula sistem pertanian dengan mengidentifikasi tumbuhan yang berguna diupayakan untuk tumbuh dan tumbuhan yang tidak diinginkan disingkirkan. Kemudian berikutnya dilakukan pemuliaan tanaman melalui pemilihan galur dengan sifat yang diinginkan seperti buah besar dan perkembangan yang kuat.[22] Kemudian bukti pertama domestikasi serealia seperti gandum dan barli ditemukan di Hilal Subur di Timur Tengah. Kemungkinan besar manusia di seluruh dunia mulai bertani antara pada SM hingga SM.[7] Banyak petani pedesaan di Afrika, Asia, Amerika Selatan, dan di tempat lain mempraktikkan pertanian subsisten saat ini, menggunakan bidang tanah mereka untuk menghasilkan makanan yang cukup untuk keluarga mereka sambil memperdagangkan hasil panen yang berlebih untuk dipertukarkan dengan barang lain.[8] Sejarah mencatat, orang kaya telah mampu membeli makanan yang bervariasi seperti daging, sayuran, dan buah. Namun, daging adalah makanan mewah bagi orang miskin. Mereka hanya mengonsumsi makanan hambar yang sebagian besar terdiri dari beras, gandum hitam, gandum, barli, milet, atau jagung. Penambahan sayuran memberikan variasi pada makanan. Suku Aztec di Amerika Tengah menanam tomat, alpukat, kacang-kacangan, paprika, waluh, labu, kacang tanah, antara lain, untuk melengkapi tortilla dan bubur mereka. Suku Inca di Peru mengonsumsi jagung di dataran rendah dan kentang di dataran tinggi sebagai makanan pokok. Untuk melengkapi makanan mereka, mereka mengonsumsi biji kinoa, paprika, tomat, dan alpukat.[23] Di Cina kuno, makanan pokok di selatan adalah nasi, dan makanan pokok di utara adalah gandum, yang dibuat menjadi pangsit, mie, dan panekuk. Sayuran yang digunakan sebagai lauk antara lain ubi jalar, kedelai, kara oncet, lobak, daun bawang, dan bawang putih. Makanan pokok orang Mesir kuno adalah roti, yang sering terkontaminasi oleh pasir yang membuat gigi mereka terkikis. Daging merupakan makanan mewah, tetapi ikan masih cukup sering dikonsumsi. Kemudian dihidangkan dengan berbagai sayuran, termasuk zukini, kacang babi, lentil, bawang bombai, bawang prei, bawang putih, lobak dan selada.[23] Roti adalah makanan pokok di Yunani kuno, bersama dengan keju kambing, zaitun, buah ara, ikan, dan terkadang daging. Bawang bombai, bawang merah, bawang putih, kubis, melon, dan lentil termasuk sayuran yang dibudidayakan.[24] Di Romawi Kuno, mereka memakan Bubur kental dibuat dari gandum atau biji-bijian dengan lauk sayuran hijau tanpa daging dan ikan. Orang Romawi menanam kacang babi, kacang polong, bawang bombai, dan lobak, serta memakan daun bit, bukan akarnya.[25] Beberapa sayuran umum [sunting sunting sumber] Sayuran umum Gambar Jenis Bagian yang dikonsumsi Tanah asal Kultivar Brassica oleracea Brassicaceae daun, kuncup, batang, kepala bunga Eropa Kubis, Kubis brussel, Kembang kol, Brokoli, Kubis keriting, Kohlrabi, Kubis putih, Kubis merah, Kubis savoy, Brokoli Cina Kailan, Sawi hijau Brassica rapa akar, daun Asia Lobak cina, Kubis tiongkok, Sawi putih, Pakcoy bok choy Raphanus sativus akar, daun, polong biji, minyak biji, tunas Asia Tenggara Lobak, daikon, varietas polong biji Daucus carota akar, daun, batang Persia Wortel Pastinaca sativa akar Eurasia Ubi Beta vulgaris akar, daun Eropa dan Timur Dekat Akar Bit, Fleck Laut, Lobak Swiss, Flake Gula Lactuca sativa daun, batang, minyak biji Mesir Selada, Selada Batang Phaseolus vulgaris, Phaseolus coccineus, Phaseolus lunatus polong, biji Amerika Tengah dan Selatan Kacang Hijau, Kacang Perancis, Kacang Runner, Kacang Haricot, Kacang Lima Vicia faba polong, biji Mediterania dan Timur Tengah Kacang Panjang Pisum sativum polong, biji, kecambah Mediterania dan Timur Tengah Ercis, Kapri, Buncis Solanum tuberosum umbi-umbian Amerika Selatan Kentang Solanum melongena buah-buahan Asia Selatan dan Timur Terong Solanum lycopersicum buah-buahan Amerika Selatan Tomat Cucumis sativus buah-buahan Asia Selatan Ketimun Cucurbita spp. buah-buahan, bunga Mesoamerika Labu Allium cepa umbi, daun Asia Bawang, Bawang Bombai, Bawang Merah, Daun Bawang Allium sativum umbi Asia Bawang putih Allium ampeloprasum sarung daun Eropa dan Timur Tengah Daun Bawang, Bawang Putih Gajah Capsicum annuum buah-buahan Amerika Utara dan Selatan Paprika Spinacia oleracea dedaunan Asia Tengah dan Barat Daya Bayam, Bayam Jepang Dioscorea spp. umbi-umbian Afrika Tropis Yam Uwi Ipomoea batatas umbi, daun, pucuk Amerika Tengah dan Selatan Ubi Jalar Manihot esculenta umbi-umbian Amerika Selatan Singkong Ekologi tempat tumbuh [sunting sunting sumber] Tempat tumbuhnya sayuran secara ekologi dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya dari permukaan laut.[26] Adapun ekologi tempat tumbuhnya yakni 1 Dataran rendah yang juga dikenal dengan dataran aluvial merupakan bentuk muka bumi yang relatif datar dan ada di daerah rendah yang mempunyai ketinggian kurang dari 350 meter di atas permukaan laut. Ciri khas kawasan dataran rendah adalah udaranya yang panas dan ketersediaan air cukup,[26] ii Dataran medium merupakan bentuk muka bumi pada dataran tempat tumbuhnya di daerah sedang dengan ketinggian antara 350 – 700 meter diatas permukaan laut. Tanah pada dataran tanah ini terbagi mejadi dataran medium andisol dan latosol,[27] dan 3 Dataran tinggi merupakan bentuk muka bumi dengan dataran luas dan terletak di daerah tinggi atau biasanya di pegunungan yang rendah dengan kisaran ketinggian lebih dari 700 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi ini dicirkan dengan amplitudo suhu harian dan tahunan besar, kelembapan udara sangat rendah dan curah hujan rendah. Jenis tanah pada dataran tinggi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu andisol, inceptisol dan entisol.[28] Ekologis tempat tumbuh sayuran sangat penting dalam pemberantasan hama yaitu memberantas gulma, hama atau penyakit dengan cara merubah lingkungan.[29] Dalam pemberantasan pengganggu ini biasanya digunakan zat kimia seperti pestisida nabati.[30] Jenis pestisida secara selektif dipilih yang paling efektif dan hanya mematikan jenis hama pengganggu atau penyakit sesuai sasaran dan mempunyai daya racun tinggi tanpa merusak tanaman yang dibudidayakan sehingga nutrisi tanaman sayur tetap terjaga.[29] Nutrisi dan kesehatan [sunting sunting sumber] Sayuran berperan penting bagi manusia karena memiliki kandungan lemak dan karbohidrat yang rendah, tetapi tinggi vitamin vitamin A, vitamin C, dan vitamin E, mineral dan serat makanan yang penting bagi kesehatan.[iii] Sayuran pada makanan dapat membantu penurunan kejadian kanker, stroke, penyakit kardiovaskular, dan penyakit kronis lainnya.[31] [32] Suatu penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan individu yang makan kurang dari tiga porsi buah dan sayuran di tiap hari, atau seseorang yang makan lebih dari lima porsi memiliki risiko terkena penyakit jantung koroner atau stroke akan lebih rendah yakni sekitar 20%.[33] Kandungan nutrisi pada sayuran sangat bervariasi, dapat mengandung sejumlah protein walau umumnya mengandung sedikit lemak,[34] dan dapat mengandung vitamin seperti vitamin A, vitamin C, kemudian provitamin, karbohidrat, serat, natrium, kalium, kalsium, zat besi, serta mineral lainnya.[35] Sayuran dapat dikonsumsi dengan cara beragam, baik sebagai hidangan utama seperti capcay atau tumis kangkung, hidangan pembuka dan penutup seperti salad, atau hidangan sampingan seperti kubis, semanggi pada makanan lalapan .[36] [37] [38] [39] Adapun cara pengolahan yakni melalui perebusan, pengukusan, penggorengan, penyangraian, penumisan atau pun dengan menambahkan atau mencampur dengan bahan makanan lain seperti dalam hidangan lalap dan selada.[xl] [41] [42] Di Amerika Serikat, buah dan sayuran, terutama sayuran hijau, telah dikaitkan dengan lebih dari setengah kejadian keseluruhan infeksi gastrointestinal yang disebabkan norovirus. Makanan ini biasanya dikonsumsi mentah dan dapat terkontaminasi selama proses pengolahan makanan.[43] [44] Saat menangani makanan mentah, kebersihan sangat penting, dan produk tersebut harus dibersihkan, ditangani, dan disimpan dengan benar untuk menghindari kontaminasi.[44] Rekomendasi [sunting sunting sumber] Konsumsi sayuran per kapita pada tahun 2013.[45] USDA merekomendasikan agar orang Amerika mengonsumsi lima hingga sembilan porsi buah dan sayuran per hari.[46] Jumlah keseluruhan yang dikonsumsi bervariasi menurut usia dan jenis kelamin, dan didasarkan pada ukuran porsi biasa serta komposisi nutrisi umum. Kentang tidak dihitung karena sebagian besar merupakan sumber pati. Satu porsi sebagian besar sayuran dan jus sayuran adalah setengah cangkir, yang bisa dimakan mentah atau dimasak. Satu porsi sayuran berdaun hijau, seperti selada dan bayam, biasanya satu cangkir penuh.[47] Karena tidak ada satu pun buah atau sayuran yang dapat memberikan semua nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan yang baik, berbagai jenis makanan harus dipilih.[33] Produksi [sunting sunting sumber] Penanaman [sunting sunting sumber] Menanam sayuran di Afrika Selatan Sejak dahulu sayuran telah menjadi bagian dari makanan manusia yang bisa dikonsumsi.[48] Sayuran dapat berupa makanan pokok tetapi kebanyakan digunakan sebagai bahan tambahan dan penambah variasi pada makanan dengan cita rasa yang unik dan pada waktu bersamaan juga menambahkan nutrisi yang diperlukan untuk kesehatan.[49] [50] [51] Sistem budidaya penanaman mengikuti pola yang sama yakni one penyiapan atau pengolahan tanah untuk penanaman dengan menggemburkan tanah, kemudian menyiangi lahan,[52] 2 menaburkan kompos atau pupuk kandang,[53] [54] 3 Membuat lubang dan jarak tanaman, penyemaian benih serta penaburan benih,[55] 4 merawat tanaman muda saat tumbuh dengan mencegah pertumbuhan ilalang, mengendalikan hama, dan menyediakan air yang cukup untuk menjaga kelembapan tanah, v memanen hasil tanaman yang siap panen, dan 6 menyimpan ataupun memasarkan hasil panen atau memakannya selagi sayuran segar dari tanah.[56] Menyiangi tanaman kubis di Colorado, Equally Jenis tanah yang berbeda sesuai dengan tanaman yang berbeda dan cenderung lebih cocok di daerah beriklim sedang. Tanah berpasir cenderung mengering dengan cepat sehingga lebih platonic untuk tanaman di musim semi, sedangkan tanah liat berat cenderung menahan kelembapan yang lebih baik sehingga lebih ideal untuk tanaman di akhir musim. Penggunaan bulu domba, cloches, mulsa plastik, polytunnels, dan rumah kaca dapat memperpanjang musim pertumbuhan. Iklim, khususnya pola curah hujan, membatasi produksi sayuran di lokasi yang lebih panas, sedangkan suhu dan panjang hari membatasi produktivitas di zona beriklim sedang.[57] Dalam skala kecil, sekop, garpu tanah, dan cangkul adalah alat pilihan, sedangkan pertanian komersial memiliki akses ke berbagai peralatan mekanis. Diantaranya, selain traktor juga termasuk bajak, garu, bor, transplanter, kultivator, peralatan irigasi, dan pemanen.[58] [59] Dengan sistem pemantauan komputer, pencari GPS, dan program cocky-steer untuk robot otonom, teknik baru merevolusi operasi budidaya yang terlibat dalam menanam sayuran, memberikan manfaat ekonomi.[59] Panen [sunting sunting sumber] Panen merupakan istilah umum yang digunakan dalam kegiatan bercocok tanam dan menandai berakhirnya kegiatan di sebuah lahan. Namun, istilah ini memiliki arti yang lebih luas, karena dapat dipakai pula dalam budi daya ikan atau berbagai jenis objek usaha tani lainnya, seperti jamur, udang, alga atau gulma laut, dan hasil hutan kayu maupun non-kayu.[lx] [61] [62] Panen dapat dilakukan dengan dua metode pemanenan keseluruhan full dan pemanenan sebagian selektif.[63] Jangka waktu dari pemanenan didasarkan pada pertumbuhan tiap tanaman. Apabila tanaman semakin subur, maka waktu panen akan semakin cepat.[64] Memanen chip di Inggris Raya Sumber air dan makanan sayuran terputus saat dipanen. Itu terus terjadi, kehilangan kelembapan dalam prosesnya, seperti yang terlihat pada layunya tanaman berdaun hijau.[65] Sayuran umbi-umbian memiliki masa simpan yang lebih lama jika dipanen saat masak sepenuhnya, tetapi mereka juga dapat dibiarkan di tanah dan dipanen seiring waktu. Pemanenan harus dilakukan dengan cara yang tidak merugikan tanaman untuk mencegah rusaknya tanaman sehingga perlunya penanganan pascapanen, yang dapat mencegah kerusakan material melalui pengawetan, penyimpanan yang teratur, dan pendinginan, disorot di sini. Karena bahan memiliki sifat yang mudah rusak. Hal inilah sehingga dibutuhkan penanganan pascapanen yang dilakukan dengan hati-hati.[66] Bawang bombai, bawang merah dan bawang putih dapat dikeringkan di ladang selama beberapa hari, sedangkan tanaman umbi-umbian seperti kentang mendapat manfaat dari tahapan pematangan secara singkat dalam kondisi hangat dan lembap serta kulit menebal dan mengeras. Penilaian harus dilakukan sebelum penjualan atau penyimpanan untuk membuang barang yang rusak dan memilih produk berdasarkan kualitas, ukuran, kematangan, dan warna.[67] Penyimpanan [sunting sunting sumber] Perawatan pascapanen yang tepat bermanfaat bagi semua sayuran. Selama periode penyimpanan, sebagian besar sayuran dan makanan yang mudah rusak akan membusuk.[68] [69] Di negara-negara berkembang tanpa fasilitas penyimpanan dingin yang memadai, kerugian ini bisa mencapai tiga puluh hingga lima puluh persen. Kerusakan ini disebabkan oleh jamur, mikroorganisme, dan hama yang mempengaruhi kelembapan.[lxx] Penyimpanan sementara kentang di Belanda Penyimpanan jangka pendek dan jangka panjang keduanya merupakan sebagian besar sayuran mudah rusak, penyimpanan jangka pendek selama beberapa hari memungkinkan fleksibilitas penjualan.[71] [72] Sayuran berdaun kehilangan kelembapannya selama penyimpanan, dan vitamin C di dalamnya terdegradasi dengan cepat. Beberapa produk, seperti kentang dan bawang, tetap baik dan dapat dijual ketika harga yang lebih tinggi tersedia; dengan memperpanjang musim penjualan, volume total hasil panen yang lebih besar dapat dijual. Sebagian besar tanaman memprioritaskan penyimpanan makanan berkualitas tinggi, mempertahankan tingkat kelembapan yang tinggi, dan menjaga produk di tempat teduh jika penyimpanan berpendingin tidak tersedia.[67] Aplikasi rantai dingin yang efektif adalah faktor terpenting dalam penyimpanan pascapanen yang tepat yang bertujuan untuk memperpanjang dan mempertahankan umur simpan sehingga komoditas pangan terjaga.[73] [74] Sayuran termasuk kembang kol, terong, selada, lobak, bayam, kentang, dan tomat mendapat manfaat dari penyimpanan dingin, dengan suhu platonic yang bervariasi berdasarkan varietas tanaman. Pendinginan evaporatif adalah contoh teknologi pengontrol suhu yang tidak memerlukan penggunaan listrik. Perkembangan mikroba dapat dihambat dan umur simpan diperpanjang dengan menyimpan buah-buahan dan sayuran di lingkungan yang terkendali dengan jumlah karbon dioksida atau oksigen yang tinggi.[75] Sayuran dan produk pertanian lainnya dapat diiradiasi dengan radiasi pengion untuk melindunginya dari infeksi mikroba dan kerusakan serangga, serta kerusakan fisik. Ini memiliki kemampuan untuk memperpanjang umur penyimpanan makanan tanpa mempengaruhi karakteristiknya.[76] Pengawetan [sunting sunting sumber] Sayuran diawetkan untuk memperpanjang umur simpannya sehingga bisa dimakan atau dijual. Tujuannya adalah untuk memanen makanan yang paling enak dan sehat, dan untuk menjaga kualitas makanan selama mungkin. Penyebab utama kerusakan pada sayuran setelah panen adalah aktivitas enzim yang terjadi secara alami dan pembusukan yang disebabkan oleh mikroba. Pengalengan dan pembekuan adalah cara yang paling umum, dan sayuran yang diawetkan dengan cara ini memiliki nilai gizi yang sebanding dengan sayuran segar dalam hal karotenoid, vitamin E, mineral, dan serat makanan.[77] Enzim dalam sayuran dinonaktifkan dan mikroorganisme yang ada dihancurkan oleh panas selama proses pengalengan. Kaleng yang terutup rapat dapat mengeluarkan udara dari makanan untuk mencegah makanan membusuk. Untuk menghindari kerusakan mekanis pada produk dan untuk mempertahankan rasa sebanyak mungkin, digunakan panas terendah yang diperlukan dan waktu pemrosesan terpendek. Setelah itu, kaleng dapat disimpan pada suhu kamar untuk waktu yang lama.[78] Untuk waktu yang singkat, membekukan sayuran dan menjaga suhunya di bawah -10°C 14°F dapat menghindari pembusukan, meskipun penyimpanan jangka panjang memerlukan suhu -eighteen°C 0°F. Kerja enzim yang ada pada sayuran akan dihambat, dan blansing dapat digunakan sebagai teknik memasak sayuran siap saji dengan ukuran yang sesuai sebelum pembekuan sehingga menghindari cita rasa kurang enak. Pada suhu tersebut, tidak semua bakteri akan dihilangkan, oleh karena itu sayuran harus digunakan sesegera mungkin setelah dicairkan. Jika tidak, mikroba apa pun yang ada dapat tumbuh.[79] Tomat yang dikeringkan dengan sinar matahari di Yunani Beberapa sayuran, seperti tomat, jamur, dan kacang-kacangan, secara tradisional dikeringkan di bawah sinar matahari, dengan buah direntangkan di atas rak dan dibalik secara berkala. Pendekatan ini memiliki berbagai kelemahan, termasuk ketidakmampuan untuk mengontrol laju pengeringan, pembusukan saat pengeringan yang lamban, kontaminasi oleh kotoran, kebasahan hujan, dan serangan hewan pengerat, burung, dan serangga. Pengering bertenaga surya dapat membantu mengurangi kelemahan ini. Selama penyimpanan, makanan kering harus dijaga agar tidak menyerap kembali kelembapan.[seventy] Negara penghasil terbesar [sunting sunting sumber] Cina menjadi sebuah negara penghasil sayuran terbesar dengan lebih dari setengah produksinya di dunia. Kemudian diikuti India, Amerika Serikat, Turki, Iran, dan Mesir adalah produsen terbesar berikutnya. Cina mempunyai lahan terluas dikhususkan untuk produksi sayuran, sedangkan rata-rata hasil panen per hektare tertinggi diperoleh di Spanyol dan Korea Selatan.[9] Negara Area yang dibudidayakan dalam ribu hektare hektare Menghasilkan dalam ribu kg/ha 890 lb/hektare Produksi dalam ribu ton ton pendek Cina 230 Republic of india 138 Amerika Serikat 318 Turki 238 Iran 767 261 Mesir 755 251 Italy 537 265 xiv,201 Rusia 759 175 Spanyol 348 364 12,679 Meksiko 681 184 Nigeria 1844 64 xi,830 Brazil 500 225 Jepang 407 264 Indonesia 1082 90 Korea Selatan 268 364 Vietnam 818 110 Ukraina 551 162 Uzbekistan 220 342 7,529 Filipina 718 88 Perancis 245 227 5,572 Dunia full 188 Standar keamanan [sunting sunting sumber] Alasan keamanan, CDC merekomendasikan penanganan buah dan sayuran yang tepat untuk mengurangi risiko kontaminasi makanan dan keracunan makanan. Pilih buah dan sayuran segar dengan hati-hati. Di toko, sayuran dan buah-buahan tidak boleh rusak, dan sayuran yang tidak dipotong harus didinginkan atau dikelilingi dengan es batu. Buah dan sayuran harus dicuci sebelum dimakan. Semua ini harus dilakukan dengan benar sebelum memasak atau makan untuk menghindari efek negatif.[lxxx] Buah-buahan dan sayuran harus disimpan secara terpisah dari makanan mentah seperti daging, unggas, dan makanan laut dan semua peralatan atau permukaan memasak seperti talenan yang mungkin bersentuhan dengannya. Buah dan sayuran, jika tidak dimaksudkan untuk dimasak, harus dibuang jika terkena daging mentah, unggas, makanan laut, atau telur. Semua buah dan sayur yang telah dipotong, dikupas, atau dimasak harus didinginkan dalam waktu 2 jam. Setelah waktu tertentu, bakteri berbahaya dapat tumbuh dan meningkatkan risiko keracunan makanan.[81] Organisasi Standardisasi Internasional ISO menetapkan beberapa standar internasional untuk memastikan bahwa produk dan layanan yang berhubungan dengan buah-buahan dan sayur-sayuran aman, terpercaya, dan berkualitas baik.[82] ISO 1991-ane1982 mendaftar nama ilmiah dari 61 spesies yang umum dijadikan sebagai sayur beserta nama umumnya dalam Bahasa Inggris, Prancis, dan Rusia.[83] ISO memberikan panduan mengenai penyimpanan dan pengangkutan sayuran dan produk turunannya.[84] Referensi [sunting sunting sumber] ^ Indonesia Arti kata sayur dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. ^ a b c Harper, Douglas. “vegetable”. Online Etymology Dictionary . Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ a b Ülger, Taha Gökmen., Songur, Ayşe Nur., Çırak, Onur., & Çakıroğlu, Funda Pınar. 2018. “Part of Vegetables in Man Diet and Disease Prevention”. . Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ “Ketahui Anjuran Ahli Gizi Terkait Pola Makan Sehat dan Tepat”. . Diakses tanggal 2022-01-twenty . ^ “Studi 5 Porsi Buah dan Sayur Tiap Hari Buat Panjang Umur”. . Diakses tanggal 2022-01-twenty . ^ a b Portera, Claire C.; Marlowe, Frank W. 2007. “How marginal are forager habitats?”. Journal of Archaeological Science. 34 one 59–68. doi ^ a b “The Evolution of Agriculture”. National Geographic. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-14. Diakses tanggal 2022-01-07 . ^ a b Wharton, Clifton R. 1970. Subsistence Agriculture and Economic Development. Transaction Publishers. hlm. 18. ISBN 978-0-202-36935-8. ^ a b “Table 27 Top vegetable producers and their productivity” PDF. FAO Statistical Yearbook 2013. Nutrient and Agriculture Organization of the United Nations. hlm. 165. Diakses tanggal 2015-09-fourteen . ^ “vegetabilis/vegetabile”. . Diakses tanggal 2022-01-xx . ^ “vegetabilis Latin”. . Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ Sari, Vonny Indah; Susi, Neng; Rizal, Muhammmad 2021. “Pelatihan Pengolahan Sayuran Menjadi Makanan dan Minuman Sehat di Kelurahan Balai Raja Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis”. iii 70. ISSN 2746-2412. ^ “Jenis-Jenis Sayuran yang Aman Dimakan Mentah dan Kaya Nutrisi”. . Diakses tanggal 2022-01-xx . ^ Tantalu, Lorine; Rahmawati, Atina; Setiyawan, Ahmad Iskandar; Sasongko, Pramono; Ahmadi, Kgs.; Mushollaeni, Wahyu; Santoso, Budi; Wirawan 2017. Rekayasa Pengolahan Produk Agroindustri. Dki jakarta Selatan Media Nusa Artistic MNC Publishing. hlm. vi. ISBN 9786026397805. ^ Rio, Handziko C.; Narulita, Roesma; Fahmi, Fajrin; Digdo, Akbar A.; Wijayanto, Agustinus; Surbakti, Rudianto; Erawan, Ma’ruf 2018. Modul Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup PDF. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Yayasan Kanopi Indonesia. hlm. 36. ISBN 9786239110703. ^ “Fungi vegetables”. Spices & Medicinal Herbs Classification of vegetables. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2015-03-24 . ^ a b “Vegetable”. Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ Sinha, Nirmal; Hui, Evranuz, E. Özgül; Siddiq, Muhammad; Ahmed, Jasim 2010. Handbook of Vegetables and Vegetable Processing. John Wiley & Sons. hlm. 192, 352. ISBN 978-0-470-95844-5. ^ Astuti, Novi Fuji 2022. “ten Jenis Jamur yang Enak dan Aman Dikonsumsi”. . Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ Ramdhani, Gilar 2021-09-28. “Dikenal Sebagai Sayuran Super, Inilah Sederet Khasiat Rumput Laut Bagi Tubuh”. . Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ Toman sebagai buah atau sayur pernah menjadi perdebatan hingga menjadi persengketaan yang diurus dalam Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1893. Nix five. Hedden, 149 south. 304 1893. ^ Douglas John McConnell 1992. The woods-garden farms of Kandy, Sri Lanka. hlm. 1. ISBN 978-92-5-102898-8. ^ a b Lambert, Tim. “A brief history of Food”. Diakses tanggal 2022-01-07 . ^ Apel, Melanie Ann 2004. Country and Resource in Ancient Greece. Rosen Publishing Group. hlm. ten. ISBN 978-0-8239-6769-8. ^ Forbes, Robert James 1965. Studies in Ancient Technology. Brill Annal. hlm. 99. ^ a b Susilawati 2017. MENGENAL SAYURAN DAN TANAMAN Prospek dan Pengelompokkan PDF. Palembang Universitas Sriwijaya Press Unsri Press. hlm. 21. ISBN 979-587-964-2. ^ Susilawati 2017. MENGENAL SAYURAN DAN TANAMAN Prospek dan Pengelompokkan PDF. Palembang Universitas Sriwijaya Press Unsri Printing. hlm. 22. ISBN 979-587-964-2. ^ Susilawati 2017. MENGENAL SAYURAN DAN TANAMAN Prospek dan Pengelompokkan PDF. Palembang Universitas Sriwijaya Printing Unsri Press. hlm. 23. ISBN 979-587-964-ii. ^ a b Susilawati 2017. MENGENAL SAYURAN DAN TANAMAN Prospek dan Pengelompokkan PDF. Palembang Universitas Sriwijaya Press Unsri Press. hlm. 59. ISBN 979-587-964-ii. ^ Susilawati 2017. MENGENAL SAYURAN DAN TANAMAN Prospek dan Pengelompokkan PDF. Palembang Universitas Sriwijaya Press Unsri Printing. hlm. 58. ISBN 979-587-964-2. ^ “Vegetables”. Infotech Portal. Kerala Agricultural University. Diakses tanggal 2015-03-24 . ^ Terry, Leon 2011. Health-Promoting Properties of Fruits and Vegetables. CABI. hlm. ii–4. ISBN 978-1-84593-529-0. ^ a b “Vegetables and Fruits”. Harvard Schoolhouse of Public Health. 2012-09-eighteen. Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ Li, Thomas 2008. Vegetables and Fruits Nutritional and Therapeutic Values. CRC Printing. hlm. 1–2. ISBN 978-1-4200-6873-3. ^ P2PTM Kemenkes RI 2018. “Nutrisi dalam Sayur-sayuran”. . Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ Tandra, Hans 2022. Diabetes Bisa Sembuh Tanpa Obat. Yogyakarta Penerbit Andi. hlm. 58. ISBN 9786236822166. ^ Tim Ide Masak 2013. Seri Penganan Jadul Tetap Favorit Salad & Dessert. Gramedia Pustaka Utama. hlm. ane. ISBN 9789792294682. ^ Marsden, Kathryn 2008. The Cmplete Food Combning. Bandung Mizan Publika. hlm. 61. ISBN 9789793269726. ^ Budjang, Ibrahim 1994. Makanan wujud, variasi dan fungsinya serta cara penyajiannya pada orang Melayu, Jambi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Pusat. hlm. 137. ISBN 9789793269726. ^ Winarto, Tim Lentera 2004. Memanfaatkan Tanaman Sayur Untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Agromedia Pusaka. hlm. 63. ISBN 979-3357-83-five. ^ Setiarto, Haryo Bimo 2021. Memanfaatkan Tanaman Sayur Untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Guepedia. hlm. 39. ISBN 9786232708853. ^ Mirna 2021-09-09. “SAYURAN Dapat Diolah Selain Menjadi Makanan Juga Dapat Menjadi Minuman Sehat yang Banyak Mengandung?”. . Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ “three Contoh Makanan Tercemar”. . Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ a b Centers for Affliction Command and Prevention 2013. “Attribution of Foodborne Disease, 1998–2008”. Estimates of Foodborne Affliction in the United States. 19 3. ^ “Vegetable consumption per capita”. Our World in Information . Diakses tanggal 5 March 2022. ^ Fabulous fruits… versatile vegetables. United States Department of Agriculture. Diakses tanggal 2022-01-07. ^ “What is a serving?”. American Heart Association. 2014-12-xviii. Diakses tanggal 2022-01-07 . ^ “Vegetables and Fruits”. dalam bahasa Inggris. Diakses tanggal 2022-01-04 . ^ Sugiarto, R. Toto; dkk 2016. Ensiklopedi Kesehatan 2 Makanan dan Gizi. Bandung Kubu Buku. hlm. 8. ISBN 978-602-61128-vii-3. ^ Wahyuningsih 2022. Pengolahan Makanan Nusantara. Sleman, Yogyakarta Deepublish. hlm. 25. ISBN 9786230221439. ^ Saktika, Gadis 2022. “7 Makanan Awetan Nabati Paling Banyak Dicari. Bisa Dibuat Di Rumah!”. world wide . Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ Amarullah; Mardhiana; Willem; Chairiyah, Nurul 2021. Dasar Agronomi. Banda Aceh Universitas Syiah Kuala Press. hlm. 123. ISBN 9786232642751. ^ “Langkah-Langkah Pengomposan Sampah Organik Sisa Kegiatan Dapur”. . Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ Ikrama, Alim Hajar 2022-09-08. “five Tips Penting Menggunakan Kompos, Biar Tanaman Makin Subur”. portaljember . Diakses tanggal 2022-01-xx . ^ “Budidaya Sayuran di Lahan Pekarangan”. . Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ “Langkah-langkah Menanam Sayur di Pekarangan”. Pemerintah Kabupaten Buleleng, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan. 2022-07-01. Diakses tanggal 2022-01-02 . ^ Midmore, David J. 2015. Principles of Tropical Horticulture. CABI. hlm. 36. ISBN 9781780645414. ^ Moens, A.; Siepman, 1984. Development of the agricultural equipment manufacture in developing countries dalam bahasa Inggris. Pudoc Wageningen. hlm. 77. ISBN 9022008649. ^ a b Stevens, Donovan; Ware, Daxton 2018. Biotechnology of Horticultural Crops dalam bahasa Inggris. Scientific e-Resources. hlm. 154. ISBN 9781839471827. ^ “Panen Kayu Manis Cinnamomum zeylanicum”. Kementerian Pertanian Republik Republic of indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-06. Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ “Dam Bengawan Solo Ditutup, Warga Panen Ikan”. Senin, 14 Oktober 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-x-24. Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ Gunawan, Hendra 2013-06-thirteen. “Jamur Tiram, Sekali Panen Dapat Rp . Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ Asyari Hasbullah, Umar Hafidz; dkk 2021. Kopi Indonesia. Medan Yayasan Kita Menulis. hlm. 36. ISBN 9786233423250. ^ Hendra, Heru Agus; Andoko, Agus 2014. Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani Hydrofarm. AgroMedia Pustaka. hlm. 108. ISBN 979-006-517-5. ^ “Harvesting Vegetables”. 2022. Diakses tanggal 2022-01-xx . ^ Samad, Thou. Yusuf 2006. “Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu Komoditas Hortikultura” PDF. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8 ane 31. doi ^ a b Dixie, Grahame 2005. “8. Post-harvest handling Storage”. Horticultural Marketing. FAO. Diakses tanggal 2022-01-07 . ^ Yahya Hiola, Sitti Khadijah 2018. Teknologi Pengolahan Sayuran. Makassar, Sulawesi Selatan Inti Mediatama. hlm. 19. ISBN 9786025222580. ^ Asiah, Nurul; Nurenik; David, Wahyudi; Djaeni, Mohamad 2022. Teknologi Pascapanen Bahan Pangan. Sleman, Yogyakarta Deepublish. hlm. 129. ISBN 9786230217357. ^ a b Garg & Prakash; Garg, 2000. Solar Energy Fundamentals and Applications. Tata McGraw-Loma Education. hlm. 191. ISBN 978-0-07-463631-two. ^ Sulaeman, Ahmad 2017. Prinsip-Prinsip HACCP dan Penerapannya pada Industri Jasa Makanan dan Gizi. Bogor IPB Press. hlm. 52. ISBN 9786024408879. ^ Harjadi, Sri Setyati 2019. Dasar-Dasar Agronomi. Gramedia pustaka utama. hlm. 79. ISBN 9786020613802. ^ “Cold Concatenation intervention for fruits and vegetables distribution in India”. . Diakses tanggal 2022-01-20 . ^ Dewan Guru Besar IPB 2016. Pangan untuk Kesejahteraan Masyarakat. Bogor IPB Press. hlm. Pendahuluan. ISBN 9786232562110. ^ Thompson, A. Keith 2010. Controlled Temper Storage of Fruits and Vegetables. CABI. hlm. 18. ISBN 978-1-84593-647-1. ^ de Zeeuw, Dick. “Use of nuclear energy to preserve homo’s food” PDF. International Atomic Free energy Agency. Diakses tanggal 2015-03-22 . ^ Rickman, Joy C.; Bruhn, Christine 1000.; Barrett, Diane Thou. 2007. “Nutritional comparing of fresh, frozen, and canned fruits and vegetables II. Vitamin A and carotenoids, vitamin Eastward, minerals and fiber” PDF. Journal of the Science of Food and Agronomics. 87 7 1185–96. doi ^ Stevens, Donovan; Ware, Daxton 2018. Biotechnology of Horticultural Crops. Scientific east-Resources. hlm. 155. ISBN 9781839471827. ^ Hui, Ghazala, Sue; Graham, Dee Chiliad.; Murrell, Nip, Wai-Kit 2003. Handbook of Vegetable Preservation and Processing. CRC Press. hlm. 286–90. ISBN 978-0-203-91291-1. ^ Pininta, Ayunda 2016. “5 Cara Cegah Keracunan Makanan”. . Diakses tanggal 2022-01-07 . ^ “Begini Ternyata Cara Menyajikan Makanan Sehat yang Benar Agar Kesehatan Selalu Terjaga”. 2019. Diakses tanggal 2022-01-07 . ^ “ Fruits. Vegetables”. International Organization for Standardization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-25. Diakses tanggal 2009-04-23 . ^ “ISO 1991-ane1982 Vegetables – Classification”. International Organization for Standardization. Diakses tanggal 2015-03-twenty . ^ “ Vegetables and derived products”. International System for Standardization. Diakses tanggal 2015-03-20 . Lihat pula [sunting sunting sumber] Daftar sayur
Lebihlanjut Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto menyampaikan bahwa salah satu komoditi yang menjadi primadona di pasar domestik maupun prospektif dilirik pasar global adalah pisang mas kirana. Pasar ekspor pisang mas Kirana dari Lumajang saat ini luar biasa. "Pengembangan pisang mas kirana didukung semua pihak.
- Pasar adalah tempat bertemunya orang-orang yang ingin bertransaksi jual-beli. Jenis-jenis pasar ada banyak dan dibagi menjadi beberapa kategori, apa saja? Dalam kehidupan sehari-hari, peran pasar sangatlah penting. Pasar menjadi tempat untuk mencari kebutuhan yang tidak dapat dihasilkan menjadi tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu, seperti pusat perbelanjaan, pasar tradisional, mall, plaza, pusat perdagangan, dan e-commerce. Apa itu pasar? Menurut ilmu ekonomi pasar adalah tempat atau proses interaksi antara permintaan dan penawaran dari suatu barang atau jasa tertentu, sehingga dapat menetapkan harga keseimbangan atau harga pasar dan jumlah yang diperdagangkan. Baca juga Pasar Monopoli Pengertian, Ciri-Ciri, dan Contoh di Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar adalah kekuatan penawaran dan permintaan, tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang, dan pembeli yang ingin menukar uang dengan barang atau jasa. Mengutip laman resmi Kemendikbud, setiap proses yang mempertemukan pembeli dan penjual, akan membentuk harga yang disepakati antara pembeli dan penjual. Aktivitas usaha yang dilakukan di pasar hanya melibatkan dua subjek pokok, yaitu produsen dan konsumen. Keduanya memiliki peranan yang sama besarnya terhadap pembentukan harga barang di pasar. Jika sudah memahami pengertian pasar, mari lanjut ke pembahasan jenis-jenis pasar. Jenis-jenis pasar Istilah pasar sangatlah luas, apalagi di masa sekarang ketika tempat jual-beli tidak hanya secara fisik dan langsung tetapi juga secara itu, barang yang diperdagangkan juga beraneka ragam, bahkan kini barang digital pun diperjualbelikan. Baca juga Pasar Monopoli Pengertian, Ciri-Ciri, dan Contoh di Indonesia Mengutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, berikut jenis-jenis pasar dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu Kementerian PUPR Pasar adalah tempat bertemunya orang-orang yang ingin bertransaksi jual-beli. Apa saja jenis-jenis pasar? 1. Jenis-jenis pasar menurut bentuk kegiatan Pasar nyata, jenis pasar di mana memperjualbelikan berbagai jenis barang dan dapat dibeli oleh pembeli. Misalnya pasar swalayan dan pasar tradisional. Pasar abstrak, jenis pasar di mana pembeli tidak menawar barang yang dijual dan tidak juga membeli secara langsung. Misalnya pasar online, pasar modal, pasar valuta asing, dan pasar saham. 2. Jenis-jenis pasar menurut cara bertransaksi Pasar tradisional, pasar yang bersifat tradisional di mana pembeli dan penjual dapat saling tawar menawar secara langsung. Umumnya, barang yang diperjualbelikan di jenis pasar ini merupakan barang kebutuhan sehari-hari. Pasar modern, pasar yang bersifat modern di mana ada berbagai macam barang yang dijual dengan harga yang tidak bisa ditawar dan pembeli melayani dirinya sendiri. Misalnya, mall, plaza, minimarket, dan supermarket. Baca juga Kelemahan dan Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Tradisional AGUSTIAN Pasar adalah tempat bertemunya orang-orang yang ingin bertransaksi jual-beli. Apa saja jenis-jenis pasar? 3. Jenis-jenis pasar menurut jenis barang Jenis pasar ini barang yang dijual hanya ada satu jenis, misalnya pasar ikan, pasar sayur, pasar buah, pasar barang elektronik, pasar bahan bangunan, pasar mainan, dan pasar efek atau pasar saham. 4. Jenis-jenis pasar menurut waktu Pasar harian, jenis pasar ini melakukan jual-beli setiap hari. Umumnya, pasar harian menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Misalnya, pasar tradisional. Pasar mingguan, jenis pasar ini melakukan jual-beli seminggu sekali. Barang yang dijual juga sama dengan pasar harian. Contohnya, pasar kamis, pasar minggu, pasar senin, dan sebagainya. Pasar bulanan, jenis pasar ini melakukan jual-beli tiap sebulan sekali. Umumnya barang yang dijual berupa barang yang pernah dibeli lau dijual kembali. Contohnya, pasar pameran batik, pasar batu akik, dan lain-lain. Pasar tahunan, jenis pasar ini melakukan jual-beli setahun sekali, biasanya saat ada momen-momen tertentu. Misalnya, pasar Ramadhan, pasar Idul Fitri, pasar Imlek, dan sebagainya. Pasar temporer, jenis pasar ini digelar pada waktu tertentu dan tidak rutin. Misalnya, bazar. Baca juga Contoh dan Kelebihan Sistem Ekonomi Liberal 5. Jenis-jenis pasar menurut ruang lingkup Pasar daerah, jenis pasar ini hanya melayani jual-beli dalam satu daerah di mana produk yang dijual juga dihasilkan di daerah tersebut. Misalnya, pasar kerajinan tangan. Pasar lokal, jenis pasar di mana pembeli dan penjual ada dalam satu kota. Misalnya pasar kelurahan atau pasar desa. Pasar nasional, jenis pasar yang menjual barang untuk pembeli dari berbagai daerah. Misalnya, pasar saham. Pasar internasional, jenis pasar yang menjual barang untuk konsumen yang berada di berbagai negara. Misalnya, pasar kopi di Brazil. 6. Jenis-jenis pasar menurut jumlah penjual dan pembeli Pasar persaingan sempurna, jenis pasar ini jumlah penjual dan pembeli sangat banyak. Biasanya, produk yang diperdagangkan homogen atau sama. Misalnya, pasar ponsel atau pasar laptop. Pasar monopoli, jenis pasar di mana penjual hanya satu sedangkan pembelinya banyak. Misalnya, kereta api Indonesia. Pasar monopsoni, jenis pasar di mana penjual ada banyak sedangkan pembelinya hanya satu. Misalnya, produk sabun kecantikan atau kesehatan. Pasar oligopoli, jenis pasar di mana jumlah penjualnya sedikit sendangkan pembelinya banyak. Misalnya, perusahaan rokok, perusahaan telekomunikasi. Pasar oligopsoni, jenis pasar ini penjualnya banyak dan pembelinya sedikit. Misalnya, jasa konstruksi bangunan. Baca juga Kelebihan, Contoh, dan Ciri-ciri Sistem Ekonomi Campuran 7. Jenis-jenis pasar menurut strukturnya Pasar persaingan sempurna, jenis pasar di mana jumlah pembeli dan penjual sama banyaknya. Barang yang diperjualbelikan biasanya homogen atau sama. Misalnya, Pasar Tanah Abang di Jakarta. Pasar persaingan tidak sempurna, di mana penjual lebih banyak dan pembeli lebih sedikit atau sebaliknya. Misalnya, maskapai penerbangan. Kesimpulannya, pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual-beli dan membentuk harga pasar yang disepakati antara keduanya. Jenis-jenis pasar ada berbagai macam sesuai kategorinya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Danjika konsumen melakukan pembelian sayuran di Pasar Baru Bogor, maka akan dianalisis tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen tersebut, karena peneliti merasa hal ini menarik untuk di kaji. Baca lebih lanjut. 111 Baca lebih lajut. ANALISIS PENGARUH HARGA, K UALITAS PRODUK DAN IKLAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN Analisis
Sayuran indijenes memegang peranan penting dalam pertanian dan konsumsinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya restaurant-restauran Sunda. Kemangi merupakan sayuran yang potensial dalam kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan petani di perdesaan dan meningkatkan gizi keluarga. Tanaman ini mudah ditanam dan hanya memerlukan input eksternal yang rendah, dibandingkan dengan sayuran eksotis. Namun, meskipun tanaman ini penting, kemangi tidak cukup berorientasi pasar karena kecilnya daya saing petani dan terbatasnya produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi. Data dikumpulkan dari 42 orang petani kemangi di Kecamatan Kadudampit Desa Undruswinangun dan Sukamaju yang diambil secara acak sederhana simple random sampling, dan 29 orang pedagang yang diambil secara snowball sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah pangsa pasar, konsentrasi pasar CR, HHI Herfindal-Hirscman Index, karakteristik produk, dan hambatan masuk pasar. Hasil penelitian menemukan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar dengan angka Concentration Ratio CR4 sebesar 81%. Nilai Herfindahl-Hirscman-Index sebesar 0,17 menunjukkan struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Nilai MES yang diperoleh di atas nol MES>0 menunjukkan terdapat hambatan masuk pasar, dan karakteristik sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Untuk meningkatkan posisi tawar petani, disarankan untuk membentuk kelompok tani kemangi, dan petani aktif mencari informasi kunci Indijenes, Herfindal-Hirscman Index, Oligopoly. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 STRUKTUR PASAR SAYURAN KEMANGI DI PASAR TRADISIONAL W. Nahraeni1a, A. Rahayu2, A. Yoesdiarti1 dan IA. Kulsum1 1Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor 2Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor Jl. Tol Ciawi No 1 Universitas Djuanda Bogor Kode Pos 16720 aKorespondensi Wini Nahraeni. Telp 08129682305; E-mail ABSTRAK Sayuran indijenes memegang peranan penting dalam pertanian dan konsumsinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya restaurant-restauran Sunda. Kemangi merupakan sayuran yang potensial dalam kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan petani di perdesaan dan meningkatkan gizi keluarga. Tanaman ini mudah ditanam dan hanya memerlukan input eksternal yang rendah, dibandingkan dengan sayuran eksotis. Namun, meskipun tanaman ini penting, kemangi tidak cukup berorientasi pasar karena kecilnya daya saing petani dan terbatasnya produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi. Data dikumpulkan dari 42 orang petani kemangi di Kecamatan Kadudampit Desa Undruswinangun dan Sukamaju yang diambil secara acak sederhana simple random sampling, dan 29 orang pedagang yang diambil secara snowball sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah pangsa pasar, konsentrasi pasar CR, HHI Herfindal-Hirscman Index, karakteristik produk, dan hambatan masuk pasar. Hasil penelitian menemukan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar dengan angka Concentration Ratio CR4 sebesar 81%. Nilai Herfindahl-Hirscman-Index sebesar 0,17 menunjukkan struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Nilai MES yang diperoleh di atas nol MES>0 menunjukkan terdapat hambatan masuk pasar, dan karakteristik sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Untuk meningkatkan posisi tawar petani, disarankan untuk membentuk kelompok tani kemangi, dan petani aktif mencari informasi pasar. Kata kunci Indijenes, Herfindal-Hirscman Index, Oligopoly. PENDAHULUAN Peluang pengembangan sayuran indijenes memiliki prospek yang baik, seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya restaurant- restauran Sunda. Tanaman indijenes mudah ditanam, toleran terhadap berbagai kondisi tanah dan iklim, resisten terhadap hama dan penyakit dan dapat menambah pendapatan keluarga. Selain itu tanaman indijenes mampu tumbuh dengan input eksternal yang rendah 1 Upaya pengembangan sayuran indijines juga dilakukan sebagai alternatif sumber mikronutrien zat berkhasiat murah dan sekaligus memperkuat basis ketahanan pangan 2 Kemangi merupakan salah satu jenis sayuran indijenes yang mempunyai banyak manfaat dan permintaannya relatif lebih besar dari sayuran indijenes lainnya. Salah satu sentra produksi kemangi di Kabupaten Sukabumi adalah Kecamatan Kadudampit. Meskipun kemangi ini cukup berkontribunsi terhadap pendapatan, namun petani belum berorientasi pasar. Proses pemasaran kemangi mempunyai keunikan, di antaranya fluktuasi harga yang relatif stabil, dan cara menjual berbeda dengan sayuran pada umumnya sebab kemangi dijual per gabung, per ikat, hingga per gantil jika sudah sampai ke tingkat pedagang keliling. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan harga yang relatif tinggi dari pedagang pengumpul sampai pedagang eceran. Selain itu terbatasnya akses petani ke pasar, informasi pasar yang kurang, dan skala usaha yang relatif kecil menjadikan dukungan yang ditawarkan terbatas. Struktur pasar adalah penggolongan pasar berdasarkan strukturnya yang dapat dilihat dari jumlah produsen dan konsumen, karakteristik produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar, dan ada tidaknya informasi pasar Case and Fair 2012, Pindyct dan Rubinfield 2009. Dengan mengetahui struktur pasar, maka dapat dilihat apakah pasar mengarah ke pasar persaingan sempurna perfect market atau persaingan tidak sempurna imperfect market. Studi yang dilakukan oleh Kirsten 2010 menyatakan bahwa akses ke pasar merupakan factor penting untuk meningkatkan kinerja petani skala kecil di negara berkembang. Sementara itu penelitian Erwidodo 2013 menyatakan bahwa struktur pasar kentang, bawang merah dan kubis adalah pasar persaingan sempurna, yang dicirikan oleh banyaknya pembeli dan penjual dan pembeli secara perorangan tidak dapat sesukanya menentukan harga di pasar. Penelitian struktur pasar sayuran indijenes khususnya kemangi relatif terbatas, oleh karena itu penelitian struktur pasar sayuran kemangi perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani. Pasar adalah penghubung antara produsen dan konsumen, tanpa pasar petani tidak akan memiliki insentif untuk terlibat dalam produksi tanaman kemangi. Dalam memasarkan produknya, petani di Kecamatan Kadudampit masih belum berorientasi pasar. Hal ini terlihat dari kurangnya partisipasi mereka dalam memasarkan kemanginya dan masih beroperasi pada kondisi yang homogen, sehingga posisi tawar menjadi rendah. Petani hanya menerima harga yang ditawarkan para pedagang pengumpul karena kurangnya informasi pasar. Pertanyaannya adalah bagaimana struktur pasar yang ada dapat mempengaruhi harga pada berbagai lembaga dalam rantai pemasaran? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit Sukabumi Jawa Barat. BAHAN DAN METODE Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan di Kecamatan Kadudampit pada bulan April sampai Mei 2017. Desa Sukamaju dan Desa Undrus Binangun dipilih sebagai sampel desa. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja purposive, dengan pertimbangan kedua desa tersebut merupakan sentra produksi kemangi di Kabupaten Sukabumi. Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan petani sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana simple random sampling, dengan jumlah petani yang diambil sebagai sampel sebanyak 42 orang. Pengambilan responden pedagang dilakuka dengan metode snowball sampling Jumlah pedagang yang diambil responden sebanyak 29 orang, yang terdiri atas 6 pedagang pengumpul desa, 6 pedagang besar dan 17 pedagang pengecer. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner yang telah ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diambil dari BPS, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jurnal dan literatur lainnya. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif, dan diolah dengan menggunakan excel dan SPSS 21. Beberapa alat analisis struktur pasar adalah 1. Pangsa Pasar Pangsa pasar digunakan untuk mengetahui seberapa besar cakupan suatu industri di pasaran. Pangsa pasar dapat diukur dengan menggunakan rumus Dahl, Hammond. 1977 Market Share MS = Si / ST Keterangan MS = 0 – 100 %; Si = Penjualan pedagang pengumpul terbesar ke i ST = Penjualan total sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. 2. Konsentrasi Pasar Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri Baye, 2010. Konsentrasi pasar dapat diukur dengan rumus Keterangan CR4 = Tingkat Konsetrasi Pasar Wi = Si/ ST ; I = 1,2,3,4 3. HHI Herfdinal-Hirscman Index Selain menggunakan persamaan 2, konsentrasi pasar dapat dihitung dengan menggunakan HHI Herfdinal-Hirscman Index. HHI merupakan penjumlahan kuadrat dari pangsa pasar petani dalam suatu industri dikalikan dengan Adapun perhitungan HHI yaitu HHI = Ʃ wi2 Keterangan HHI = Herfindahl Hirschman Index; wi2 = Pangsa pasar 4. Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dianalisis dengan menggunakan Minimun Effisiency Scale MES Wahyuningsih, 2013. Nilai MES dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan hasil penelitian, dari 42 orang petani sampel, sebagian besar petani 33% berada pada kelompok umur antara 51-60 tahun, 86% petani berjenis kelamin laki-laki, berpendidikan SD /sederajat 55%, pengalaman berusaha tani sekitar 10 tahun lebih 81%, sedangkan pengalaman usahatani sayuran indigenous khususnya kemangi, sebagian besar petani mempunyai pengalaman berusahatani 1 – 5 tahun 50%. Berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, persentase terbesar yaitu sebanyak 48% mempunyai jumlah tanggungan keluarga 0 sampai 2 orang dan 3 sampai 5 orang. CR4 = S1 + S2 + S3 + S4 / ST atau Karakteristik Responden Pedagang Lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul desa PPD, pedagang besar PD dan pengecer. Berdasarkan umur, sebagian besar 83% PPD berumur antara 20-40 tahun, hampir sama dengan pedagang besar PB, namun umur pengecer sebagian besar berumur lebih dari 40 tahun. PB dan pengecer mempunyai pengalaman berdagang 6-10 tahun 33,3% dan 35,3%, sedangkan sebagian besar PPD mempunyai pengalaman berdagang 11-15 tahun. Tingkat pendidikan PPD sangat bervariasi yaitu tamat Sekolah Dasar SD 4 orang, tamat SLTP/sederajat 1 orang, dan tamat SLTA/sederajat 1 orang, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rata-rata pedagang pengumpul desa adalah tamat Sekolah Dasar SD yaitu sebesar 66,7%. Tabel 1 Karakteristik Lembaga Pemasaran di Kecamatan Kadudampit, 2017 Pengalaman Berdagang Tahun Pengalaman Berdagang Sayuran Indigenous Tahun Sebagai Pekerjaan Sampingan Jumlah Tanggungan Keluarga Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Berdasarkan jenis pekerjaan, baik PPD maupun PB menyatakan bahwa berdagang sayuran merupakan pekerjaan utama 100%, namun 11,8% pendagang pengecer menyatakan sebagai pekerjaan sampingan, kedua sampel tersebut memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang ayam potong dan es. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian menjadi sektor yang memiliki andil besar dalam membangun perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Market Structure Struktur Pasar Konsentrasi Pasar Perhitungan konsentrasi pasar atau market concentration CR dilakukan pada pedagang pengumpul di tingkat dusun atau desa Wahyuningsih, 2013. Tabel 2 menyajikan volume penjualan pedagang pengumpul desa sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. Tabel 2. Volume Penjualan Kemangi di Seluruh Pedagang Pengumpul Desa Kecamatan Kadudampit, 2017 Pedagang Pengumpul Desa PDD Total penjualan seluruh PDD Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan nilai CR4 pedagang pengumpul desa sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit tahun 2017 diperoleh angka 81%, angka ini menujukkan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar . Tabel 3. Volume Penjualan, Pangsa pasar, dan Rasio Empat Pedagang Pengumpul Desa CR4 untuk Periode Produksi Kemangi selama Enam Bulan di Kecamatan kadudampit, 2017 Menurut Baye 2010 nilai CR4 yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa pasar terkonsentrasi, artinya lebih sedikit jumlah penjual dibandingkan jumlah pembeli. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat persaingan yang kecil antar pedagang. Di daerah penelitian, hal ini disebabkan oleh eratnya hubungan langganan antara penjual dan pembeli. Perhitungan konsentrasi pasar dilakukan juga menggunakan Herfindahl-Hirscman-Index HHI. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai HHI yang diperoleh dalam pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit lebih besar dari 0, artinya bahwa pasar terkonsentrasi, hal ini sesuai dengan pendapat Baye 2010, jika nilai HHI 0, maka terdapat perusahaan-perusahaan dalam industri yang sangat kecil. Namun, jika nilai di atas 0 hingga 10 000 > mengindikasikan bahwa pangsa pasarnya bernilai 1, artinya CR berada pada sedikit persaingan untuk menjual ke konsumen pasar terkonsentrasi. Tabel 4. Perhitungan Herfindahl-Hirscman-Index di Kecamatan kadudampit Tahun 2017 Struktur pasar yang terbentuk dari pemasaran sayuran kemangi di tingkat pedagang pengumpul desa di Kecamatan Kadudampit cenderung bersifat oligopoli, yaitu pasar dengan beberapa penjual. Hal ini sesuai dengan pendapat Kohls dan Uhl 2002 yang menyatakan bahwa apabila nilai CR4 perusahaan terbesar lebih dari 50 persen >50%, maka struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Indiastuti 2011 memperkuat bahwa ada 6 kategori pasar berdasarkan tingkat persaingan yang diindikasikan oleh penguasaan pangsa pasar yaitu 1. Pure Monopoly, satu perusahaan menguasai pangsa pasar 100 %. 2. Dominant Firm, satu perusahaan menguasai 40-99 %. 3. Tight Oligopoly, empat perusahaan menguasai pangsa pasar lebih dari 60 %. 4. Loose Oligopoly, empat perusahaan menguasai pangsa pasar kurang dari 60 %. 5. Monopolistic Competition, banyak perusahaan bersaing dengan masing-masing memiliki market power yang tidak sama. 6. Pure Competition, banyak perusahaan bersaing dengan masing-masing tidak memiliki market power. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa petani kemangi cenderung bertindak sebagai penerima harga price taker dan posisi tawar bergainning position petani lemah atau kurang memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual kemangi. Sedikitnya jumlah pembeli dan semakin terkonsentrasi distribusi pembelian produk, maka semakin tinggi kekuatan pasar yang dimiliki oleh pembeli, sehingga pembeli berperan besar dalam penentuan harga. Atau dapat pula dikatakan semakin sedikit jumlah penjual dibandingkan jumlah pembeli, semakin terkonsentrasi distribusi penjualan produk, maka semakin tinggi pula kekuatan pasar yang dimiliki oleh penjual, dalam keadaan ini penjual berperan besar dalam penentuan harga. Hal ini berarti petani berada pada posisi yang lemah karena petani bertindak sebagai price taker. Pada pemasaran sayuran indigenous kemangi di Kecamatan Kadudampit, kekuatan petani dalam menentukan harga jual cenderung lemah, sebab petani hanya menerima harga price taker yang dibayarkan oleh pembeli PPD, PB, Pengecer setelah kemangi berhasil dipasarkan, sedangkan informasi harga yang diperoleh hanya berupa informasi yang berasal langsung dari mulut pembeli bukan informasi yang berasal dari pasar, oleh karenanya besar kemungkinan Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 terjadinya kepalsuan informasi terutama informasi harga. Ketiadaan lembaga penunjang kegiatan pertanian seperti kelompok tani atau terminal agribisnis semakin lemah penyampaian informasi ke petani. Hambatan Masuk Pasar Menurut keterangan para pedagang pengumpul di Kecamatan Kadudampit, hambatan yang banyak dihadapi dalam memasarakan kemangi adalah banyaknya pedagang yang membeli langsung dari petani baik sesama pedagang pengumpul, pedagang besar, atau pedagang pengecer, sehingga pedagang pengumpul desa yang telah ada bersaing dalam mendapatkan suplai kemangi dari petani ataupun menjual kepada konsumen. Keadaan demikian akan berdampak pada harga yang diterima oleh petani. Hambatan masuk pasar dihitung dengan menggunakan MES Minumum Efficiency Scale MES. Jika nilai MES lebih besar dari 10 persen, mengindikasikan bahwa terdapat hambatan masuk pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. Jika hambatan masuk tinggi, maka tingkat persaingannya sangat rendah, dan pasar berada pada kondisi kurang efisien Jaya, 2001. Tabel 5. Nilai MES Pemasaran Sayuran Indgenous Kemangi di Kecamatan Kadudampit, 2017 Berdasarkan hasil analisis nilai MES pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit di semua tingkat lembaga pemasaran mempunyai nilai lebih dari 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan masuk pasar pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit sehingga tidak mudah bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Sulitnya masuk pasar ini disebabkan oleh kuatnya ikatan antara petani dan pedagang pengumpul desa sebagai langganan. Kuatnya ikatan tersebut disebabkan adanya ikatan modal antara petani dengan pedagang pengumpul desa, dan kuatnya ikatan hubungan kekeluargaan atau tetangga. Besarnya nilai MES yang dihasilkan berbeda antara MES yang dihasilkan di tingkat pedagang pengumpul desa, di tingkat pedagang besar, dan di tingkat pedagang pengecer, hal ini disebabkan adanya perbedaan hambatan untuk masuk pasar pada masing-masing tingkatan. Nilai MES terbesar diperoleh pada tingkat pedagang besar, sebab menjadi pedagang besar selain hambatan yang telah disebutkan, terdapat hambatan modal yang cukup besar. Modal ini digunakan untuk membeli hasil panen petani dan operasional dalam pemasaran, karena volume penjualan pedagang besar relatif lebih besar dibandingkan pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer. Hal ini juga berdampak pada biaya yang dikeluarkan relatif lebih besar pula sehingga akan mempengaruhi kemampuan pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Nilai MES terkecil diperoleh pada tingkat pedagang pengecer, sebab di tingkat pedagang pengecer hambatan masuk pasar relatif lebih ringan. Hambatan masuk pasar di tingkat pedagang pengecer sama halnya dengan hambatan di tingkat pedagang pengumpul dan di tingkat pedagang pengecer, akan tetapi ikatan penjual dan pembeli di tingkat pedagang pengecer relatif lebih renggang karena pembeli di pasar bebas memilih melakukan pembelian dengan pedagang pengecer mana pun, namun ada pula sebagian yang melakukan ikatan langganan. Akan tetapi di tingkat pedagang pengecer, volume yang dijual tidak dapat sebesar volume penjual di tingkat pedagang pengumpul desa dan di tingkat pedagang besar, sebab pedagang pengecer menjual langsung kepada konsumen dan pembelian konsumen biasanya lebih sedikit. Hambatan masuk pasar lainnya pada setiap tingkatan lembaga pemasaran adalah berlakunya sistem pembayaran tunda bayar atau bayar kemudian. Pembayaran dengan sistem ini akan menunda perputaran modal yang digunakan dalam usaha terkecuali pemilik modal besar yang dapat menggulirkan modalnya setiap saat. Tertunda atau berkurangnya perguliran modal usaha oleh setiap tingkatan lembaga pemasaran ini akan mengurangi kinerja setiap kegiatan pemasaran, sebagai contoh modal dalam pembelian saprotan, ketika pembayaran ditunda, maka petani akan meminjam modal kepada pihak lain seperti toko saprotan, dan ketika pembayaran dilakukan harga yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan sehingga penerimaan petani berkurang. Karakteristik Produk Produk yang dihasilkan pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Sukirno 2002, menyebutkan ciri-ciri pasar oligopoly adalah barang yang dihasilkan bersifat homogen atau berbeda corak terdiferensiasi, kekuasaan menentukan harga adakalanya lemah dan adakalanya kuat, pada umumnya perusahaan melakukan promosi dengan iklan. Nuhfil 2009, menyatakan pasar dalam keadaan produk yang dihasilkan bersifat homogen ini dinamakan oligopoli murni pure oligopoly dan apabila produk yang dihasilkan tidak homogen maka pasar dinamakan oligopoli yang dibedakan differentiated oligopoly. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Struktur pasar yang terbentuk dari pemasaran sayuran indigenous kemangi di Kecamatan Kadudampit cenderung mengarah kepada oligopoli. Pasar sayuran kemangi terkonsentrasi dengan persaingan yang cukup tinggi, dengan besarnya nilai CR4 0,81 mendekati 1 dan nilai HHI sebesar di atas 0 hingga 10 000 serta nilai MES seluruh tingkatan lembaga pemasaran lebih besar dari 10 persen. Terdapat hambatan masuk pasar bagi pesaing baru. Karakteristik produk yang diperjualbelikan bersifat homogen. Implikasi Kebijakan Untuk memperkuat posisi tawar petani diharapkan terminal-terminal agribisnis atau kelompok tani dihidupkan dan dikembangkan. Posisi tawar petani yang kuat dapat meningkatkan harga kemangi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan petani kemangi. DAFTAR PUSTAKA Asmayanti. 2012. Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah Capsicum frustescens di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Bogor. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2015. Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok di Pasar Domestik dan Internasional. Diakses pada 28 Februari 2017. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Jawa Barat dalam Angka. Diakses pada 13 Desember 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2014. Jawa Barat dalam Angka. Diakses pada 13 Desember 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2016. Kecamatan Kadudampit dalam Angka. Diakses 19 Maret 2017. Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Harga Produksi pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat. Diakses pada 03 Agustus 2017. Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Baye, M. 2010. Managerial Economics and Business Strategy. Seventh Edition. McGraw-Hill Irwin Singapura. Case, Fair, and Oster, 2012. Principles of Economics Tenth Edition. Prentice Hall New York. Dahl, Hammond. 1977. Market and Price Analysis. New York MC. Graw Hill. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2014. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2014. Jaya, 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Kementrian Pertanian. Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2015-2019. Limbong, Sitorus, P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pindyct and Rubinfield. 2009. Microeconomics. Fifth Edition. Prentice Hall New York. Nuhfil, K. 2009. Struktur Pasar. Diakses Pada 17 Agustus 2017. Profil Desa Undrus Binangun. 2017. Wahyuningsih. 2013. Sistem Pemasaran Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Bogor. ... Hasil perhitungan MES 473 lebih besar dari 10 persen, dalam hal ini berarti bahwa terdapat hambatan yang tinggi dalam kegiatan keluar masuk pasar sapi di Desa Blaban. Apabila hambatan tinggi maka tingkat persaingan juga tinggi dan kondisi pasar kurang efisien Nahraeni et al., 2019. Hal ini menyatakan bahwa terdapat hambatan yang tinggi untuk pesaing baru yang masuk pasar sapi di Desa Blaban. ...... Produksi garam yang tidak menentu yang dipengaruhi oleh cuaca dan harga garam yang berfluktuasi mengakibatkan petani kurang sejahtera. Menurut Nahraeni et al 2019, kurangnya informasi pasar juga membuat posisi tawar petani sangat rendah sehingga petani hanya berperan sebagai penerima harga price taker. ...Ida Ayu Maharani Gusti Ayu Agung Lies Anggreni Listia Dewip>Garam merupakan komoditi yang sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Desa Les merupakan desa penghasil garam tradisional di Kabupaten Buleleng. Keadaan geografis Desa Les yang dekat dengan pantai menjadi salah satu faktor pendorong bagi masyarakat sekitar untuk melakukan usaha produksi garam. Aspek tataniaga merupakan hal penting dalam mendukung peningkatan pendapatan petani garam. Panjang pendeknya saluran tataniaga mempengaruhi banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dan besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran tataniaga garam, struktur pasar, perilaku pasar garam, dan efisiensi tataniaga garam. Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Responden penelitian berjumlah 20 orang, terdiri dari 10 orang petani dan 10 orang lembaga tataniaga. Penentuan responden petani menggunakan metode Simple Random Sampling sedangkan penentuan jumlah responden lembaga tataniaga menggunakan teknik Snowball Sampling. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat empat saluran tataniaga yang terlibat. Struktur pasar garam mengacu pada struktur pasar oligopoli. Saluran tataniaga tingkat 0 merupakan saluran terpendek dan paling efisien dengan margin tataniaga sebesar Rp. 0/kg dan farmer’s share sebesar 100% hal ini disebabkan karna tidak adanya lembaga tataniaga yang terlibat. Rasio keuntungan dan biaya terbesar ada pada saluran 2 yaitu sebesar 1,8.
Pendudukdi daerah Pantai akan membutuhkan sayuran dari pegunungan, sedangkan penduduk yang berada daerah pegunungan akan membutuhkan ikan dari laut. Hal ini menunjukan bahwa antara satu ruang dengan yang lain? saling berinteraksi satu sama lain tidak saling bergantung tidak ada hubungan antara satu sama lain tidak memiliki sebab akibat Semua
Potensi tanaman hortikultura khususnya sayuran yang ada di Kecamatan Tinggimoncong cukup besar bahkan beberapa jenis sayuran seperti kubis, petsai, wortel, bawang daun dan kentang, selain dipasarkan dalam wilayah kabupaten juga dipasarkan sampai ibukota propinsi bahkan di antar pulaukan ke Kalimantan namun demikian sistem pemasarannya masih bersifat tradisional yang berimplikasi pada pendapatan petani sebagai produsen tidak optimal. Penelitian ini bertujuan mengkaji stuktur pasar, saluran distribusi dan margin pemasaran produk usahatani sayur-sayuran yang berada di Desa Karenapia, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2019, dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Struktur pasar sayuran yang terbentuk di desa Kanreapia mengarah pada pasar oligopsoni. Struktur pasar di tingkat kabupaten/kota, lebih memgarah pada pasar persaingan sempurna dan diferensiasi. petani sebagai produsen tidak memiliki sarana dan perlakuan pascapanen standarisasi melalui grading, lemahnya informasi tentang pasar sehingga peranan petani dalam memanfaatkan peluang pasar sangat kecil, skala usaha yang relatif kecil dan usaha tani yang tidak didasarkan atas permintaan pasar, menyebabkan posisi tawar petani sangat lemah, hal ini memungkinkan kehadiran pedagang perantara yang kemudian lebih dominan dalam penentuan harga jual di tingkat petani. Bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan konsumen untuk beberapa jenis sayuran, rata-rata lebih kecil dibandingkan yang diterima oleh pedagang perantara sehingga sistem pemasaran yang terjadi dinilai kurang efisien bagi petani. The potential of horticultural crops, especially vegetables in the District of Tinggimoncong is quite considerable. Some types of vegetables such as cabbage, Chinese cabbage, carrots, leeks and potatoes, besides being marketed in the Regency Area, are also marketed to the provincial capital even inter-island to Kalimantan. The marketing system, however, is still traditional, and that makes the income of the farmers as the producers is not optimal. This study aimed to examine the market structures, distribution channels and marketing margins of the vegetable farming products located in Kanreapia village Tinggimoncong District Gowa Regency South Sulawesi. Using a quantitative descriptive approach, it was carried out from April to June 2019. The results showed that the structure of the vegetable market formed in Kanreapia village led to an oligopsony market. The market structure at the Regency/Municipal level was more likely to lead to a perfect competition and differentiation market. Because the farmers as the producers did not have post-harvest treatment and facilities standardization through grading, and were weak in terms of market information, the role of the farmers in taking the advantages of market opportunities was very small. The relatively small business scales and non-market-demand farming have caused the farmers’ bargaining position very weak, allowing the presence of intermediary traders who in turn are more dominant in determining the selling prices at the farmer level. For several types of vegetables, the share received by the farmers from the price paid by the consumers is, on average, smaller than that received by the intermediary traders. Hence, the marketing system that occurs is considered less efficient for farmers. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 634 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 Analisis Struktur Pasar Sayuran di Desa Kanreapia Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan An Analysis of the Structure of the Vegetable Market in Kanreapia Village Tinggimoncong District Gowa Regency South Sulawesi Province Aylee Christine Alamsyah Sheyoputri1*, Abri2, *Email 1Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Bosowa 2Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bosowa ABSTRAK Potensi tanaman hortikultura khususnya sayuran yang ada di Kecamatan Tinggimoncong cukup besar bahkan beberapa jenis sayuran seperti kubis, petsai, wortel, bawang daun dan kentang, selain dipasarkan dalam wilayah kabupaten juga dipasarkan sampai ibukota propinsi bahkan di antar pulaukan ke Kalimantan namun demikian sistem pemasarannya masih bersifat tradisional yang berimplikasi pada pendapatan petani sebagai produsen tidak optimal. Penelitian ini bertujuan mengkaji stuktur pasar, saluran distribusi dan margin pemasaran produk usahatani sayur-sayuran yang berada di Desa Karenapia, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2019, dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Struktur pasar sayuran yang terbentuk di desa Kanreapia mengarah pada pasar oligopsoni. Struktur pasar di tingkat kabupaten/kota, lebih memgarah pada pasar persaingan sempurna dan diferensiasi. petani sebagai produsen tidak memiliki sarana dan perlakuan pascapanen standarisasi melalui grading, lemahnya informasi tentang pasar sehingga peranan petani dalam memanfaatkan peluang pasar sangat kecil, skala usaha yang relatif kecil dan usaha tani yang tidak didasarkan atas permintaan pasar, menyebabkan posisi tawar petani sangat lemah, hal ini memungkinkan kehadiran pedagang perantara yang kemudian lebih dominan dalam penentuan harga jual di tingkat petani. Bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan konsumen untuk beberapa jenis sayuran, rata-rata lebih kecil dibandingkan yang diterima oleh pedagang perantara sehingga sistem pemasaran yang terjadi dinilai kurang efisien bagi petani. Kata Kunci Pemasaran Sayuran, Margin Pemasaran, Efesiensi Pemasaran, Struktur Pasar, Petani ABSTRACT The potential of horticultural crops, especially vegetables in the District of Tinggimoncong is quite considerable. Some types of vegetables such as cabbage, Chinese cabbage, carrots, leeks and potatoes, besides being marketed in the Regency Area, are also marketed to the provincial capital even inter-island to Kalimantan. The marketing system, however, is still traditional, and that makes the income of the farmers as the producers is not optimal. This study aimed to examine the market structures, distribution channels and marketing margins of the vegetable farming products located in Kanreapia village Tinggimoncong District Gowa Regency South Sulawesi. Using a quantitative descriptive approach, it was carried out from April to June 2019. The results showed that the structure of the vegetable market formed in Kanreapia village led to an oligopsony market. The market structure at the Regency/Municipal level was more likely to lead to a perfect competition and differentiation market. Because the farmers as the producers did not have post-harvest treatment and facilities standardization through grading, and were weak in terms of market information, the role of the farmers in taking the advantages of market opportunities was very small. The relatively small business scales and non-market-demand farming have caused the farmers’ bargaining position very weak, allowing the presence of intermediary traders who in turn are more dominant in determining the selling prices at the farmer level. For several types of vegetables, the share received by the farmers from the p-ISSN 1411-3597 e-ISSN 2527-7286 DOI 635 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 price paid by the consumers is, on average, smaller than that received by the intermediary traders. Hence, the marketing system that occurs is considered less efficient for farmers. Keywords Vegetable Marketing, Marketing Margin, Marketing Efficiency, Market Structure, Farmers. This work is licensed under Creative Commons Attribution License CC-BY International license A. PENDAHULUAN Sayuran merupakan komoditi pertanian berprospek cerah sebab permintaan terhadap komoditi ini cukup tinggi, mengingat sayuran termasuk pangan esensial karena mengandung zat gizi mikro berupa vitamin dan mineral. Andarwulan dan Faradilla 2012, mengemukakan bahwa senyawa fenolik dalam sayuran merupakan salah satu senyawa fitokimia yang paling banyak diteliti terkait manfaatnya sebagai anti oksidan. Peningkatan komsumsi sayuran dan buah dapat mencegah penyakit kronis dan mencegah penambahan berat badan, bahkan himbauan untuk mengkomsusi sayur dan buah dengan kandungan gizi seimbang pada masyarakat belahan dunia barat merupakan salah satu strategi utama dalam rangka mengurangi terjangkitnya penyakit kronis seperti obesitas, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, jantung koroner, stroke dan lain-lain Boeing et al,2012. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran nilai gizi untuk hidup sehat menyebabkan permintaan sayuran di Indonesia terus meningkat. Konsumsi sayuran di Indonesia sebanyak 40 kg/kapita/tahun, namun demikian angka konsumsi tersebut masih berada di bawah rekomendasi standar FAO yaitu 73kg/kapita/tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap sayuran maka diperlukan sistem pemasaran yang efesien dan efektif Darian Indonesia memiliki potensi yang besar bagi penyediaan produk sayuran, utamanya sayur-sayuran dataran tinggi, salah satunya adalah Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan yang merupakan pemasok utama kebutuhan sayuran di Kota Makassar dan kota-kota lainnya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan usahatani di daerah tersebut belum optimal yang tercermin dari fluktuasi produksi, beragamnya kualitas serta merosotnya harga karena mekanisme fungsi pemasaran yang belum baik. Rusaknya produk pada kegiatan transportasi dan penyimpanan pada gilirannya akan menurunkan harga yang pada akhirnya berpengaruh pada pendapatan para pelaku pasar termasuk petani sebagai produsen. Dalam pemasaran komoditas pertanian, terdapat pelaku pasar yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, komoditas yang dipasarkan juga bervariasi kualitas, harga dan lembaga yang terlibat. Kompleksitas pemasaran tersebut 636 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 memerlukan pendekatan secara terintegrasi sehingga dapat menguntungkan semua pihak, untuk itu pendekatan struktur dan perilaku pasar dipandang penting agar terjadi peningkatan daya saing produk melalui peningkatan efesiensi pemasaran produk sayuran. B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Kanreapia, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan, pada bulan April hingga Juni 2019. Sampel petani produsen berjumlah 42 orang yang diambil secara acak 10% dari populasi. Sampel pedagang diambil secara penunjukan langsung yakni; 5 orang pedagang pengumpul yang berdomisili di lokasi penelitian, 60 orang pedagang pengecer yang mewakili 3 pasar utama tradisional yaitu Pasar Sungguminasa Gowa, Pasar Terong, Pasar Sentral Makassar dan 4 pasar swalayan di Kota Makassar. Data dikumpulkan dengan penggunaan kuisioner. Analisis data dilakukan secara kuantitatif untuk menghitung margin pemasaran dan analisis kualitatif untuk mengetahui perilaku pasar, saluran pemasaran dan stuktur pasar. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi merupakan salah satu aspek pemasaran yang menekankan bagaimana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen. Proses pendistribusian dapat dikatakan efesien apabila mampu menyampaikan hasil produksi kepada konsumen dengan biaya terendah dan mampu mengadakan pembagian keuntungan dan adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan distribusi. Pemilihan saluran pemasaran yang optimal berhubungan dengan faktor resiko, keuntungan, biaya tenaga kerja, preferensi gaya hidup dan volume penjualan LeRoux et al, 2010. Terdapat tiga pelaku pasar yang memegang peranan penting dalam pendistribusian sayuran di Desa Kanreapia. Ketiganya adalah petani/produsen sayuran, pedagang perantara dan konsumen. Petani adalah orang yang langsung berhubungan dengan proses produksi sayuran. Konsumen adalah pembeli terakhir produk sayuran dan pedagang perantara adalah pengusaha yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi melainkan hanya sebagai penyalur produksi sayuran. Pedagang perantara yang terlibat langsung dalam distribusi sayuran yang berasal dari desa Kanreapia adalah a. Pedagang pengumpul yang merupakan lembaga perantara yang membeli sayuran langsung dari petani produsen untuk selanjutnya disalurkan kepada 637 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 pedagang pengecer di pasar umum, pasar swalayan dan pedagang keliling. b. Pedagang pengecer yang berfungsi sebagai lembaga yang langsung berhubungan dengan konsumen. Pedagang pengecer umumnya menjual sayuran dalam jumlah yang sedikit kepada para konsumen Berdasarkan hasil kajian dan analisis terhadap tanggungjawab masing-masing lembaga pemasaran, diketahui bahwa sistem pemasaran sayuran yang banyak digunakan olehpetani di Desa Kanreapia adalah bersifat konvensional dengan bentuk kontraktual. Haji J, 2010 mengemukakan bahwa pelaksanaan kontrak didasarkan atas saling percaya dan bertujuan untuk mengurangi risiko pembayaran terutama yang disebabkan oleh kerusakan produk. Di dalam praktek perdagangan sayuran di desa Kanreapia, kendali keputusan dipegang oleh pedagang perantara yang terlihat dari kecenderungan perantara menghendaki tingkat keuntungan yang lebih tinggi, dan di lain pihak petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Sistem kontraktual terjadi juga disebabkan petani kesulitan mengakses lembaga kredit formal sehingga banyak petani yang meminjam kepada para pedagang dan ketika panen, skema pembayaran memaksa petani ke dalam pengaturan perdagangan Milagrosa, A., 2006. Di desa Kanreapia, dalam hal pelaksanaan kontraktual tidak banyak, yaitu hanya dilakukan oleh para pedagang antar pulau atau eceran pada pasar swalayan. Sistem kontraktual biasanya lebih menjamin kontinuitas pemasaran, harga jual yang ditetapkan relatif stabil, tetapi tidak banyak menguntungkan petani produsen namun demikian petani berharap mendapatkan kepastian pasar bagi produknya dan tidak menyulitkan mereka sebab pedagang pengumpul yang datang untuk mengadakan transaksi jual beli. Stuktur pasar sayuran yang terbentuk di desa Kanreapia dapat dikatakan mengarah pada pasar yang bersifat oligopsoni hal tersebut terjadi akibat kurangnya kompetisi di antara pedagang sebagai akibat dari jumlah pedagang yang terbatas, dan kalaupun jumlah pedagang yang terlibat cukup banyak tetapi sesungguhnya dalam kegiatannya para pedagang tersebut seringkali dikendalikan oleh beberapa pedagang tertentu. Kondisi pasar seperti ini tidak menguntungkan bagi petani karena harga yang diterima petani dikendali kan oleh pedagang. Pada kondisi tersebut petani cenderung menerima harga yang rendah akibat pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungannya. Struktur pasar di tingkat Kabupaten /Kota, lebih mengarah pada pasar persaingan sempurna dan diferensiasi. Struktur pasar 638 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 yang mendekati persaingan sempurna terjadi pada perdagangan komoditi petsai, cabai merah, bawang daun dan tomat. Sedangkan stuktur pasar diferensiasi terjadi pada komoditas kentang, kubis dan buncis. Komoditas kentang diklasifikasikan berdasarkan ukuran dengan kualifikasi A, B dan C. Kentang dengan kualitas A dijual melalui saluran pemasaran khusus seperti pasar-pasar swalayan dan kentang dengan kualitas B dan C dijual pada pasar-pasar tradisional pasar umum. Komoditas kubis diklasifikasikan berdasarkan mutu. Mutu I memiliki warna kulit lebih licin,ukuran lebih besar dan bentuk yang bulat dan padat. Mutu II memiliki krop agak kusam bentuknya kurang bulat dan tidak padat. Kubis mutu I biasanya dijual dipasar swalayan. Komoditas petsai, tomat, bawang daun dan cabai merah dapat dikategorikan tidak terdiferensiasi walaupun dalam praktek terkadang pedagang pengumpul tetap melakukan klasifikasi namun tidak bersifat baku. Saluran distribusi sayuran yang berasal dari desa Kanreapia dapat dilihat pada gambar 1. Pada Gambar 1. terlihat bahwa pendistribusian sayur-sayuran dari petani ke konsumen melalui sistem penyaluran tidak langsung karena terdapat dua pedagang perantara yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Lembaga pemasaran petani dan pedagang perantara mempunyai hubungan kegiatan yang terpisah, dengan demikian pemilikan keuntungan dari kegiatan pemasaran tersebut adalah terpisah antara petani dan pedagang perantara. Para petani sayur-sayuran di desa Kanreapia pada dasarnya belum berorientasi pada usahatani dengan sistem agribisnis, hal ini dapat terlihat dari tidak adanya sarana pascapanen yang dimiliki petani sehingga mereka tidak mau mengambil resiko dalam hal penyimpanan produk. Mereka selalu ingin menjual produknya dengan segera. Hal inilah yang memungkinkan kehadiran pedagang perantara yang dalam hal ini pedagang pengumpul yang kemudian lebih dominan dalam hal penentuan harga jual di tingkat petani. Hal lain yang berkaitan dengan harga jual adalah kurangnya pengetahuan petani terhadap informasi pasar, ada kalanya harga di tingkat petani jauh lebih rendah dari harga jual sebenarnya, akibatnya bagian yang diterima oleh petani produsen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen secara rata-rata lebih kecil dibandingkan yang diterima oleh pedagang perantara. Kenyataan ini dapat dilihat dari perolehan marjin pemasaran setiap lembaga yang 639 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 berperan dalam pendistribusian sayur-sayuran yang berasal dari desa Kanreapia, yang menunjukkan ketidakefesienan pemasaran yang didefenisikan sebagai kegagalan petani untuk mencapai hasil pemasaran yang lebih baik yang tercermin dari indeks harga hasil yang rendah Singho et al, 2014. Marjin pemasaran terdiri atas keuntungan sebagai balas jasa atas kegiatan dilakukan dan biaya-biaya operasional pemasaran, yaitu biaya transportasi /pengangkutan, bongkar muat, biaya tarif pasar/retribusi dan biaya penyusutan. Banyaknya komponen marjin pemasaran ditentukan oleh rentang saluran pemasaran yang dilalui. Saluran pemasaran yang digunakan untuk menghitung nilai marjin dimulai dari tingkat petani, pengumpul, pengecer di pasar umum atau pasar swalayan. Analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui besarnya tingkat marjin yang diperoleh masing-masing pelaku pasar dalam kegiatan pendistribusian sayuran. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui pelaku pasar mana yang menerima keuntungan paling besar dan seberapa besar keuntungan yang diterima petani. Biaya transportasi pengangkutan merupakan biaya yang dikeluarkan pedagang untuk mengangkut barang dagangan dari pasar penampungan ke pasar pengecer. Biaya bongkar muat adalah biaya yang dikeluarkan pedagang untuk menyewa tenaga kerja lepas guna mengantarkan sayuran dari kendaraan ke lokasi pembeli. Tarif restribusi pasar adalah biaya yang dikeluarkan pedagang pengecer untuk uang kebersihan dan sewa tempat setiap hari. Biaya Penyusutan merupakan sifat alami dari komoditas hortikultura, termasuk sayuran. Selain karena sifat sayur-sayuran yang mudah busuk, penyusutan terjadi sebagai akibat penanganan dan pengemasan yang kurang baik selama pengangkutan dari tempat penampungan ke pasar-pasar pengecer, serta susut berat dan adanya produk yang tidak laku terjual. Besar penyusutan berbeda-beda untuk tiap jenis komoditas sayuran. Tabel 1. Rata-rata marjin, harga beli dan harga jual sayuran Rp/ Kg pada saluran distribusi I Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen 640 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 Pengumpul Umum Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum P. P Swalayan Konsumen Sumber Data Primer Setelah Diolah Tabel 2. Rata-rata marjin, harga beli dan harga jual sayuran Rp/ Kg pada saluran distribusi II Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum Swalayan Konsumen Petani Pengumpul Umum P. P Swalayan Konsumen Sumber Data Primer Setelah Diolah Perbedaan besarnya marjin pemasaran antara bentuk saluran I dan saluran II disebabkan karena adanya perbedaan biaya pemasaran yang dikeluarkan khususnya pada tingkat pedagang pengecer. Pengecer pada bentuk saluran II dalam hal ini adalah pengecer pasar swalayan sedangkan pada saluran I adalah pengecer pasar umum tradisional. Mudah dipahami marjin pemasaran lebih besar pada bentuk saluran II mengingat bahwa pasar swalayan menetapkan harga jual lebih besar untuk semua jenis sayuran dibandingkan dengan pasar umum, sebab selain pasar swalayan mengeluarkan biaya pemasaran yang lebih besar seperti biaya-biaya operasional yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen, produk yang dijual memiliki kualitas yang lebih baik terutama pada komoditas yang terdiferensiasi seperti kentang dan kubis. Jika dilihat dari perolehan marjin pada setiap tingkat saluran saluran, maka pada bentuk saluran distribusi I marjin terbesar diperoleh pedagang pengumpul. Untuk 641 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 saluran distribusi II, marjin terbesar di peroleh pedagang pengecer untuk jenis sayuran bawang prei, buncis, kubis dan petsai, sedangkan untuk kentang dan tomat marjin terbesar diperoleh pedagang pengumpul. Adapun bagian yang diterima tani dan pedagang perantara dari harga yang dibayarkan oleh konsumen secara persentase untuk setiap jenis sayuran pada bentuk saluran I dan II dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase yang diterima petani dan pedagang perantara berdasarkan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Bagian yang diperoleh % Bawang Daun Buncis Kubis Kentang Petsai Tomat Wortel 46,1 75,0 54,5 60,0 30,0 70,0 61,5 53,9 25,0 45,5 40,0 70,0 38,5 Bawang Daun Buncis Kubis Kentang Petsai Tomat Wortel 40,0 66,0 42,8 53,6 27,3 50,0 34,0 57,2 46,4 72,7 41,7 50,0 Sumber Data Primer Setelah Diolah Pada Tabel 2, terlihat bahwa pada bentuk saluran I yang melibatkan pasar tradisional secara rata-rata, bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen lebih tinggi 56,7% dibandingkan dengan bentuk saluran II yang melibatkan pasar moderen di perkotaan 48,3% padahal tingkat harga jual satuan pada bentuk saluran ke II lebih besar dibandingkan saluran I. Hal ini sejalan dengan temuan Otieno et al.,2009 di Kenya bahwa ada perbedaan yang signifikan antara harga satuan penjualan sayuran di daerah pedesaan dan di daerah pekotaan. 642 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 D. KESIMPULAN DAN SARAN Kerjasama antar lembaga yan terlibat dalam pemasaran sayuran di Desa Kanreapia masih bersifat konvensional dan parsial dimana masing-masing lembaga tidak bertangungjawab terhadap lembaga lainnya dan kalaupun sistem kontrak dilaksanakan hanya sebatas perjanjian secara lisan yang dilandasi atas saling percaya. Stuktur pasar sayuran yang terbentuk di desa Kanreapia dapat dikatakan mengarah pada pasar yang bersifat oligopsoni hal tersebut terjadi akibat kurangnya kompetisi di antara pedagang sebagai akibat dari jumlah pedagang yang terbatas. Struktur pasar di tingkat Kabupaten/Kota, lebih mengarah pada pasar persaingan sempurna dan terdiferensiasi. Struktur pasar yang mendekati persaingan sempurna terjadi pada perdagangan komoditi petsai, bawang daun dan tomat. Sedangkan stuktur pasar diferensiasi terjadi pada komoditas kentang, kubis dan buncis Untuk beberapa jenis sayuran, baik pada bentuk saluran I maupun saluran II, bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen lebih rendah dari bagian yang diterima pedagang perantara. Hal ini mengindikasikan bahwa pola pemasaran yang diterapkan saat ini masih kurang efisien bagi petani produsen. DAFTAR PUSTAKA Arwanti, Sitti. 2016. Sistem Pemasaran Senyawa fenolik pada beberapa sayuran indigeneus dari indonesia. Seafast Center. Bogor. Boeing H,A Bechthold,A Bub, S Ellinger, D Haller, A Kroke, E Leschik-Bonnet, MJ Muller, H Oberriter, M Schulze, P Stehle, B Watzl. 2012. Critical review vegetables and fruit in the prevention of cronick diseases. Eur. J. Nutr 51 637-663. Darian J. C., Tucci L., 2013. Developing marketing strategies to increase vegetable consumption. Journal of Consumer Marketing 427-435 30 Maret 2013. ISSN 0736-3761. DOI [FOA] Food and Agriculture Organisation. 2016. Food and agriculture data. [ 10 september 2016]. Haji Jema, 2010. Te Entorcement of Traditional Vegetable Marketing Contracts in the Eastern and Central Parts of Ethiopia. Journal of African Economies, Vol. 19, number 5, pp. 768-792 doi online date 6 May 2010. Irwan, B, 2003. Membangun Agribisnis Holtikultura Terintegrasi Dengan Basis Kawasan Pasar. Forum Peneliti Agro Ekonomi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian 2006 dan Prospek 2007. Jakarta, 20 Desember 2006. Irawan B, 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah, Jurnal Analisis kebijakan Pertanian No. 4. Desember 2007. Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 643 Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 3, Hal. 634-643, September - Desember 2021 2010-2014. Kementerian Pertanian, Jakarta. LeRoux M. N., Schmit T. M., Roth M., Streeter 2010. Evaluating marketing channel options for small-scale fruit and vegetable producers. Renewable Agriculture and Food Systems 2591; 16-23. Doi CambridgeUniversity Press 2010. Milagnosa, A., 2006. Institutional Economic of vegetable production and marketing in northern Philippines social capital, institution and governance Wageningen University Netherlands. Otieno D. J., Omiti J., Nyanamba T., McCullough E., 2009. Market participation by vegetable farmers in Kenya A comparison of rural and peri-urban areas. African Journal of Agricultural Research Vol. 4 5, pp. 451-460, May 2009. ISSN Permana, Bintoro, Haris, 2006. Analisis jaringan Pemasaran Sayuran kasus Petani Kecil Ciwidey, bandung . Jurnal MPI Vol 1 September 2006 Sayaka, W. Rusastra, R Sajuti, Supiyati, Sejati, A. Agustian, J. Situmorang, Ashari, Y. Supriyatna, dan R. E, Manurung. 2008. Pengembangan Kelembagaan Pathnership Dalam Pemasaran Komuditas Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Singbo A. G., Lansink A. O., Emvalomatis G., 2014. Estimating farmers’productive and marketing inefficiency an application to vegetable producers in Benin Springer DOI 16 April 2014. ... According to the Ministry of Agriculture, Indonesian cocoa farms' productivity declined due to pests/diseases, old crops, small farmers' land tenure, inadequate garden maintenance, and lack of improved varieties clones Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018. This condition was exacerbated by the weak bargaining position of farmers in the oligopsony-tends marketing system Nahraeni et al. 2021;Sheyoputri and Abri, 2021. ... Muhammad AsirAnnisa Ishmat AsirEfficient marketing can increase the profits of all the stakeholders involved. Profit increased at the farmer level will encourage the ability and motivation to manage the farm. This study aims to identify the benefits obtained by farmers, collectors, wholesalers, and purchasing units of exporters in the marketing of cocoa beans. This research was conducted through the survey using by Hayami Method. The results showed that Profit received by farmers amount Rp314/kg was lower than those received by collectors amount Rp1,022/kg, wholesalers at Rp736/kg, and unit purchases at Rp2,826/kg. This was due to the cost of labor incurred by farmers, and the amount of Rp2,100/kg was higher than by collector's amount of Rp230/kg, the wholesaler's and the purchase unit Another factor was the price of production input costly such as fertilizer dan pesticides, which was not followed by the increase in output price cocoa beans determined by marketers. The low productivity and quality of cocoa beans produced by farmers also affected low profit. The government must be able to control the purchase price of marketing actors, improve the knowledge and skills of farmers in the management of cocoa farms by establishing business groups/cooperatives, increase the role of farmer groups, and also to improve the internet infrastructure that supports the digital marketing of cocoa commodities. Keywords main stakeholders, cocoa beans, profit, marketing, Hayami methodTransformations in agri-food systems provide prospects for improving livelihoods of many farmers through enhanced participation in commercial agriculture. Indeed, various studies have been undertaken to establish factors that influence the level of market orientation in different areas. However, those studies do not show appropriate objective criteria to support decisions for either separating or merging data and the subsequent analyses for different sites. Consequently, policy inferences made from such studies may be misleading due to failure to statistically account for site-specific variations in data. This study fills the analytical gap evident in literature by using the Chow test and descriptive measures of statistical difference to compare the intensity of market participation among rural and peri-urban vegetable farmers in Kenya. Results show that there are significant differences in the percentage of output sold, distance from farm to market, and the unit price of sale for output between the Rural and Peri-Urban areas. These findings demonstrate the urgent need for appropriate statistical evidence to improve disaggregated analyses of agricultural market participation in different systems and environments. This would enable targeting of development strategies to effectively address the changing agricultural landscape; particularly enhancing food supply and ensuring better farm incomes. There is need to improve market information provision, develop farmers' business skills, improve roads and or support establishment of high value vegetable market outlets at different scales in Rural and Peri-Urban areas. Aimée Hampel-MilagrosaThis study examines vegetable production and marketing among indigenous communities in northern Philippines using an institutional economics approach. It develops a framework that analyses the four levels of institutions; Social Embededdness, Institutional Environment, Governance Structures and Resource Allocation alongside the Structure, Conduct and Performance of the vegetable sector. Using this integrated framework, the thesis engages on a range of topics from the structure of the sector to sales and margins, from trust to favoured-buyer systems and from transaction cost analysis to farmer's decision-making processes. Also, a framework that aligns efficient contract types with governance structures based on observable transaction attributes was developed. The modeling approach that determines how farmers choose trading partners based on farm and farmer characteristics, transaction attributes and social capital was likewise used. The first important finding of the study is that a dual structure - in terms of farm-size and total sales - exists in the province. On the one hand, several small farmers own small farm sizes and share a small percentage of total market sales. On the other hand, a few big farmers own big farms and share a big percentage of total market sales. Three governance structures dominate trade; the most common are commissioner-based followed by wholesaler and contractor-based organization. Another important finding of the research is that many farmers turn to wholesalers for loans because of difficulties accessing or complying with formal credit institutions. At harvest time the repayment scheme forces farmers into trading arrangements with wholesalers which in turn, lowers search, negotiation and enforcement costs. This locked-in effect reduces trading alternatives for farmers and lowers total transaction costs. Not surprisingly, wholesaler-based governance structure is the most efficient marketing arrangement from a transaction costs perspective. A third important finding of the thesis is that the social capital of farmers and traders in the province, aggregated from scores on trust, associatedness, common goals and optimism, is low. Current social capital is ineffective in facilitating market information exchange and providing countervailing power to farmers in selling crops. With regards to decision-making, the study showed that farmers with relatively higher social capital select traders differently from farmers with lower social capital. Moreover, ethnicity is a significant factor that influences trust, volunteerism and social networking as well as trading partner selection. This thesis shows that bringing in social elements such as social capital and culture in institutional economic analysis yields richer results in the explanation of behaviour of the market and its IrawanGenerally, price fluctuation of vegetables is higher than fruits, paddy and secondary crops, meaning that the imbalance of supply volume and consumer needs is frequently occurred on vegetables. Marketing margin of vegetables is also relatively high. In contrast, however, the price received by the farmers and price transmission from consumer's area to producer's region is low. This condition is not conducive for efforts to develop agribusiness and to increase produce's quality competitiveness characterized by the ability to respond to effective market dynamics. In this context, there are some aspects that should be carefully considered a developing vegetable's synchronized production across the producer's regions, b developing vegetables production centers spread across the regions, c developing simple and efficient storage technology along with facilities for farmers to apply such technology, and d facilitating the farmers to have more accessibility to capital analytical framework and ranking system is developed to summarize the primary factors affecting marketing channel performance and to prioritize those channels with the greatest opportunity for success. An application of the model is conducted using case-study evidence from four small-scale diversified vegetable crop producers in Central New York. The relative costs and benefits of alternative wholesale and direct marketing channels are investigated, including how the factors of risk, owner and paid labor, profits, lifestyle preferences and sales volume interact to impact optimal market channel selection. Given the highly perishable nature of the crops grown, along with the risks and potential sales volume of particular channels, a combination of different marketing channels is needed to maximize overall firm Pemasaran Senyawa fenolik pada beberapa sayuran indigeneus dari indonesiaSitti ArwantiArwanti, Sitti. 2016. Sistem Pemasaran Senyawa fenolik pada beberapa sayuran indigeneus dari indonesia. Seafast Center. review vegetables and fruit in the prevention of cronick diseasesH BoeingBechtholdBubEllingerHallerKrokeLeschik-BonnetH MullerM OberriterP SchulzeStehleBoeing H,A Bechthold,A Bub, S Ellinger, D Haller, A Kroke, E Leschik-Bonnet, MJ Muller, H Oberriter, M Schulze, P Stehle, B Watzl. 2012. Critical review vegetables and fruit in the prevention of cronick diseases. Eur. J. Nutr 51 marketing strategies to increase vegetable consumptionJ C DarianL TucciDarian J. C., Tucci L., 2013. Developing marketing strategies to increase vegetable consumption. Journal of Consumer Marketing 427-435 30 Maret 2013. ISSN 0736-3761. DOI Entorcement of Traditional Vegetable Marketing Contracts in the Eastern and Central Parts of EthiopiaHaji JemaHaji Jema, 2010. Te Entorcement of Traditional Vegetable Marketing Contracts in the Eastern and Central Parts of Ethiopia. Journal of African Economies, Vol. 19, number 5, pp. 768-792 doi online date 6 May Agribisnis Holtikultura Terintegrasi Dengan Basis Kawasan PasarB IrwanIrwan, B, 2003. Membangun Agribisnis Holtikultura Terintegrasi Dengan Basis Kawasan Pasar. Forum Peneliti Agro Ekonomi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian 2006 dan Prospek 2007. Jakarta, 20 Desember Strategis Kementerian PertanianKementerian PertanianKementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. Kementerian Pertanian, Jakarta.
. 4exd4w3nag.pages.dev/9864exd4w3nag.pages.dev/3854exd4w3nag.pages.dev/5554exd4w3nag.pages.dev/9564exd4w3nag.pages.dev/1674exd4w3nag.pages.dev/3984exd4w3nag.pages.dev/8384exd4w3nag.pages.dev/5074exd4w3nag.pages.dev/7774exd4w3nag.pages.dev/4164exd4w3nag.pages.dev/3604exd4w3nag.pages.dev/8464exd4w3nag.pages.dev/204exd4w3nag.pages.dev/4144exd4w3nag.pages.dev/776
pasar sayuran di daerah pegunungan termasuk pasar