Semenjak zaman rasul-rasul dan jemaat mula-mula, Gereja mengalami perubahan dan saat memasuki zaman Reformasi spirit gereja terus dipertahankan dan mengalami banyak tekanan dan pengaruh, setelah era reformasi gereja memasuki tantangan baru dan gereja harus berjuang mempertahankan nilai-nilai kebenaran di era modern. Beberapa perbedaan gereja mula-mula dan gereja modern, memberi gambaran kepada kita bahwa gereja sedang mengalami pergeseran nilai-nilai yang murni yang diwariskan oleh Para Rasul sesuai pesan Sang Kepala Gereja Yesus Kristus. Beberapa perbedaan dapat dirangkum sebagai berikutLokasi Gedung IbadahUkuran Besar, hubungan renggangHubungan Jauh, cenderung tidak saling kenal dan acuhAda Masalah Cari pendeta/Gembala SidangCara Hidup Individu, perseoranganPusat Kebaktian atau ibadah di gedung ibadah, dan aktif mengikuti program yang adaKehidupan Doa Pilihan pribadi, terbatasPenginjilan Penjangkauan keluar oleh orang-orang khusus, melalui program-program khususPemuridan Kelas, buku bacaan & catatan, sedikit teladan, transfer pengetahuanKepemimpinan Gembala Sidang, kepemimpinan tunggalTugas Pemimpin Memimpin program kerja, menyampaikan khotbah dengan baik, mendoakan jemaat, visitasi dllKeuangan Persembahan & Perpuluhan dari anggotaPengajaran Menekankan pengajaran atau kepercayaan khusus dari denominasi tersebut. Disampaikan oleh “orang tertentu”Gaya Pengajaran Statis, berpusat pada khotbah atau pengajaran satu arahKarunia Rohani Kurang berperan. Hanya dilakukan oleh orang tertentuHarapan Pada Anggota Setia hadir pada tiap program, memberi perpuluhan, masuk kelas pemuridan, aktif membantu “pelayanan”, membawa banyak orang ke “gereja”Perspektif Ibadah raya sebagai titik fokusKata Kunci Jadilah anggota “gereja”, datang bertumbuhlah bersama kamiMisi Mengutus utusan Injil, profesional dan sudah terlatih. Komitmen Memperluas institusi atau denominasi, keseragamanSpiritualitas Kristen cek-list, ketaatan pada agama/hukum, pemisahan antara kehidupan rohani dan sekulerGereja Mula-MulaLokasi Di rumah-rumahUkuran Kecil, hubungan akrabHubungan Dekat, transparan, saling peduliAda Masalah Saling menasehati dan membangun satu dengan yang lainCara Hidup Komunitas, kebersamaanPusat Ketaatan sebagai pelaku Firman Tuhan setiap waktu yang dimulai di rumah atau keluargaKehidupan Doa Penekanan yang kuatPenginjilan Pergi ke tetangga, saudara, teman dan masyarakat menjadi “kabar baik” dan bermultiplikasi secara alamiPemuridan “Mulut ke telinga”, teladan hidup, transfer pengetahuan dan Kepenatuaan, kepemimpinan jamakTugas Pemimpin Memperlengkapi jemaat untuk melakukan pekerjaan Tuhan bersama-samaKeuangan Membagi apa yang mereka miliki, jemaat mau saling berkorban bila ada sebuah kebutuhanPengajaran Mempelajari & mengaplikasikan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Setiap jemaat dapat saling belajar dan Pengajaran Kinetis, ada dialog dan tanya-jawabKarunia Rohani Dipraktekkan secara teratur oleh semua orang percaya untuk saling membangunHarapan Pada Anggota Menjadi “gereja” dimana saja, membawa “gereja” dalam masyarakat, melayani orang lain, menjadi terang dan garam di dunia, menjadi alat transformasi bagi kotanyaPerspektif Jemaat yang bertemu di rumah sebagai titik fokusKata Kunci Jadilah murid Kristus, pergi dan jadikan semua bangsa murid KristusMisi Gereja mengutus dirinya sendiri untuk bermultiplikasi, jemaat menyadari semua terlibat misi dari TuhanKomitmen Memperluas Kerajaan Allah, bergerak bersama tubuh Kristus yang ada tanpa memandang “organisasinya”.Spiritualitas Menjadi “gereja”, taat karena mengasihi Tuhan, kehidupan rohani maupun sekuler manunggal
ArticlePDF Available AbstractThe relationship between evangelism and social care is a hot topic that is still being debated. Some argue that the Church should only work on evangelism, that is, on eternal salvation spiritual matters, not on social issues. Others are of the view that working on social issues is a means for the purpose of evangelizing. By using a descriptive qualitative approach, this article is intended firstly to show that the mission of the Church is an integrative-holistic mission covering the field of evangelism and social service. The two are united in Missio Dei. Second, in order to attract reflections for churches everywhere, it is necessary to reconstruct the paradigm and implementation of the Church's mission in the present. The results of the discussion conclude that the Church's mission should be integrative-holistic. This means that the Church does not separate dualism between evangelism and social care. The integrative-holistic mission is considered very relevant and needed as an answer to bring the gospel of Jesus Christ into reality and at the same time can alleviate the problems or conditions of the society in which the Church is located. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Copyright© 2021 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 105 ISSN Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi Gereja di Indonesia Masa Kini Kalis Stevanus Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, Jawa Tengah kalisstevanus91 Abstract The relationship between evangelism and social care is a hot topic that is still being discussed. There are those who argue that the church should only work on evangelism, which is about eternal salvation spiritual field only, not on social issues. There are also those who view working on social issues as a means to the end of evangelism. By using a descriptive qualitative approach, this article has two purposes. First, to show that the church's mission is an integrative-holistic mission covering the field of evangelism as well as social service; they are one unit in the Missio Dei-Christi. Second, to draw reflections for churches everywhere, it is necessary to recon-struct the paradigm and implement the church's mission in the present. The results of the discussion conclude that the church's mission should be holistic-integrative. That is, the church does not separate dualism between evangelism and social care. The integrative-holistic mission is considered to be very relevant and needed as an answer to make the gospel of Jesus Christ a reality, and at the same time it can solve problems or conditions in the community where the church is existed. Keywords church’s mission; evangelism; integrative-holistic mission; missio Dei Abstrak Hubungan antara pekabaran Injil dan kepedulian sosial merupakan topik yang hangat hingga kini masih didiskusikan. Ada yang berpendapat bahwa gereja seharusnya hanya menger-jakan pekabaran Injil, yaitu perihal keselamatan kekal bidang rohani saja, bukan pada isu-isu sosial. Ada juga yang berpandangan bahwa mengerjakan isu-isu sosial itu sebagai sarana bagi tujuan pekabaran Injil. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, atikel ini dimak-sudkan pada dua hal. Pertama, untuk memperlihatkan bahwa misi gereja adalah misi integratif-holistik meliputi bidang pekabaran Injil dan juga pelayanan sosial; keduanya merupakan satu kesatuan dalam Missio Dei-Christi. Kedua, untuk menarik refleksi bagi gereja-gereja di manapun berada, perlunya melakukan rekonstruksi paradigma dan implementasi misi gereja di masa sekarang. Hasil bahasan memberi simpulan bahwa semestinya misi gereja bersifat integratif-holistic. Maksudnya, gereja tidak memisahkan dualisme antara pekabaran Injil dan kepeduli-an sosial. Misi integratif-holistik dianggap sangat relevan dan dibutuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Yesus Kristus menjadi realitas, dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kondisi masyarakat di mana gereja berada. Kata kunci misi gereja; misi integratif-holistik; missio Dei; penginjilan PENDAHULUAN Sejarah mencatat pada abad XX kaum Evangelikal banyak yang telah kehilangan perspektif Alkitab dan membatasi diri hanya pada pekabaran Injil tentang keselamatan pribadi tanpa keterlibatan yang cukup dalam tanggung jawab sosial. Ketika Liberalisme teologi dan Humanisme menyerbu gereja-gereja Protestan, dan mengumumkan suatu “Injil sosialâ€, berkembang keyakinan di antara kaum Evangelikal bahwa ada sebuah e-ISSN 2722-8215 p-ISSN 2477-1373 Volume 7, No 2, Juni 2021 105-115 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 106 antitesis antara keterlibatan sosial dan pekabaran Injil. Namun, sekarang kaum Evangelikal semakin yakin bahwa mereka harus melibatkan diri di dalam masalah-masalah sosial yang dihadapi manusia tanpa “mengecilkan†prioritas pekabaran Injil tentang keselamatan individu. Mereka prihatin akan kebutuhan manusia yang seutuh-nya karena teladan Yesus Kristus, kasih-Nya yang mendorong, dan tantangan dari wa-risan Injili mereka. Terkait hubungan antara penginjilan dan isu-isu sosial, Stevri Lumintang mengu-tip salah satu dari empat harapan Billy Graham, dalam acara pembukaan konsultasi misi Internasional sedunia di Lausanne, Switzerland tahun 1974, yang menetapkan hu-bungan antara penginjilan dan tanggung jawab kaum Evangelikal kini mulai memandang misi secara integratif dan holistik. Misi bukan hanya dipahami sebagai penginjilan keselamatan individu dan pertumbuhan gereja, melainkan juga misi adalah tanggung jawab sosial, yaitu sebagai upaya terlibat dalam berbagai per-soalan sosial dan kemanusiaan yang diawali oleh usaha penginjilan. Krisis yang dialami gereja pada masa kini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan penting-nya suatu usaha membangun kembali pemahaman misi gereja. Menurutnya usaha untuk membangun kembali konsep dan pemahanan mengenai misi menjadi relevan, karena misi gereja saat ini sedang mengalami semacam krisis. Banyak Gereja terpe-rangkap dalam sikap eksklusif dan hidup untuk dirinya sendiri saja, dengan kesibukan-kesibukan di/ke dalam, untuk kepentingan anggota-anggotanya tanpa keterlibatan yang cukup dalam tanggung jawab konteks di Indonesia kenyataan semangat eksklusif usaha Pekabaran Injil ini dilaksanakan tidak mempertimbangkan konteks masyarakat Indonesia. Konteks Indonesia yang pluralis dan diwarnai dengan pelbagai masalah seperti kemiskinan be-lum mendapat tempat dan perhatian dalam pemahaman dan semangat “misi eksklusifâ€, yang diwarisi gereja-gereja Indonesia. Bila sikap dan semangat yang eksklusif itu tetap dipertahankan, maka misi gereja di Indonesia dapat dikatakan sedang dalam krisis. Paling tidak krisis dalam pemahaman yang pada gilirannya sangat memengaruhi pelaksanaan misi gereja. Padahal, tampak jelas dari teladan dari pelayanan Tuhan Yesus yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, bukan sekadar misi eksklusif me-lainkan sudah cukup banyak gereja di Indonesia yang menerapkan misi integratif. Namun, sepertinya usaha tersebut perlu ditingkatkan dan diintensifkan Norman E. Thomas, Teks-Teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Sedunia Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012,198. Stevri Lumintang, Misiologia Kontemporer Batu Malang YPPII, 2006,25 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, 2008,5 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia Yogyakarta Taman Pustaka Kristen, 2008, 8 Yang dimaksudkan misi eksklusif adalah usaha misi yang hanya menekankan Pekabaran Injil dengan tujuan pertambahan jumlah orang Kristen. Kalis Stevanus, "Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€, Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2 2018 284–298. Kalis Stevanus dan Yunianto, “Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa Kini,†HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen no. 1 2021 55–67. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 107 guna mewujudnyatakan Injil dalam realitas. Gereja hadir menjadi garam dan terang di tengah-tengah masyarakat. Situasi pluralis di Indonesia juga seharusnya mendorong gereja-gereja menguji ulang pemahaman dan sikap missionernya. Gereja di Indonesia harus menghadapi kenyataan dan bergaul dengan orang-orang beragama lain dalam jumlah yang makin berkembang. Dan juga menghadapi maraknya sikap intoleransi dan kekerasan anar-kis. Selain itu juga, dalam bidang sosial-ekonomi, terjadinya kesenjangan antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Arifianto dan Stevanus menyatakan bahwa kenyataan ini “harus†mengubah paradigma dan praktik misi Kristen dari gereja di Indonesia. Menghadapi situasi seperti sekarang ini, dalam situasi pandemi Covid-19, gereja dipanggil untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi dunia, sebab gereja adalah terang dan garam dunia Mat. 513-16. Dengan demikian, gereja seharusnya meman-dang pendemi Covid-19 bukan sebagai penghalang misi gereja, sebaliknya sebagai “peluang†untuk menerapkan misi Allah untuk menjangkau mereka yang menderita dengan memerhatikan situasi sosial di tengah di Indonesia dan misinya tidak dapat berjalan terus seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Misi Gereja juga ditantang untuk dipahami secara baru dalam konteks sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Bagaimana menunaikan tugas panggilan misi dari Tuhan dalam konteks Indonesia? Gereja-gereja di Indonesia perlu mengenali dan berminat untuk memandang misi secara kontekstual. Mungkin tidak semua Gereja, tapi sebagian besar Gereja di Indonesia masih melihat dan memahami Gereja sebagai lem-baga kerohanian saja yang tidak perlu mengurusi soal-soal “duniawiâ€, umpamanya masalah-masalah sosial, ekonomi, korupsi, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagaianya. Nampak pemisahan antara yang rohani dan yang jasmani atau duniawi serta segala implikasinya sehingga telah menumbuhkan misi eksklusif di mana Gereja hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja. Ini merupakan salah satu sumber krisis dalam pemahaman dan praktek misi. Caspersz, sebagaimana dikutip Woga, menegaskan bahwa pemisahan total kehi-dupan rohani religious dari urusan-urusan duniawi bertentangan dengan eksistensi manusia yang multidimensional, yang temporal kodrati/sekular dan trans-temporal adikodrati, dan karenanya merongrong keseimbangan hidup serta keberadaan ma-nusia dan yang sama diutarakan oleh Lumintang, bahwa penekanan pada salah satu sisi, pasti membuahkan pemikiran yang sempit dan berat sebelah, yaitu Kalis Stevanus, “Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37 Sebagai Upaya Pencegahan Konflik,†BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 1 2020 1–13. Yonatan Alex Arifianto and Kalis Stevanus, “Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen,†HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 39–51. Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis Stevanus, “Pentingnya Peran Media Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19,†HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, no. 2 2020 86–104. Edmund Woga, Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia Yogyakarta penerbit Kanisius, 2009,184 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 108 misi yang tidak relevan dengan kebutuhan dunia. Inilah persoalan misiologi pada masa kini, yaitu mempertemukan secara integratif antara teks, konteks dan yang berat sebelah atau dualisme ini sangat tidak relevan dalam konteks Indonesia. Gereja menjadi alergi dan tidak mau berurusan dengan masalah sosial, ekonomi, politik dan sebagainya karena menganggap semua itu bukan urusan gereja. Bila gereja menyuarakan pandangan berkaitan dengan ketidakadilan, HAM, korupsi, dan masalah-masalah sosial lainnya yang terjadi di sekitarnya, maka Gereja semacam itu akan dianggap “keluar dari panggilannyaâ€. Penulis menyebut ini sebagai krisis misi intern. Gejala ini dalam intern gereja nampak dalam praktek misi yang hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja, yaitu memenangkan jiwa, atau dengan kata la-in, misi dengan arah “mengkristenkan†Indonesia. Pemahaman misi yang kurang memerhatikan konteks sosial di mana gereja hadir, hal ini justru sangat melemahkan posisi dan peranan gereja di Indonesia. Itu sebabnya pemahaman misi gereja masa kini harus diubah menjadi misi Kerajaan Allah yang mempunyai cakupan luas, yakni meliputi semua bidang kehidupan manusia atau holistik. Sebab itu, gereja tidak boleh melalaikan peran aktifnya di bidang sosial, sehingga memberikan pengaruhnya yang positif terang dan garam dalam kehidupan sosial di masyarakat. Terkadang gereja atau orang Kristen secara salah memahami misi gereja hanya berkenaan dengan kerohanian personal dan tidak berkenaan dengan kehidupan sekular, sehingga tidak merasa berkewajiban untuk memikirkan tanggung jawab sosialnya. Sejatinya misi gereja terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang sosial. Itu sebabnya gereja tidak bisa tidak memerhatikan dan meng-usahakan kehidupan sosial yang lebih baik bagi masyarakat di mana Gereja berada. Pelayanan secara komprehensif, yakni pelayanan holistik, sangat relevan dan di-butuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Kerajaan Allah menjadi realitas dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kesulitan-kesulitan kehidupan yang dia-lami masyarakat di mana gereja berada saat ini. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa misi integratif yang sifatnya holistic merupakan dimensi pelayanan misi gereja yang perlu dilakukan. Tidak cukup dengan doa; artinya, segala pergumulan jemaat mau-pun masyarakat, tidak cukup diatasi hanya dengan didoakan. Membantu mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi dibutuhkan tindakan lain selain doa, yaitu pelayanan holistik yang akan membawa sejahtera dalam kehidupan individu maupun masyarakat, sehingga terwujudlah peradaban shalom. Karena selama ini misi yang dilakukan gereja pada umumnya masih bersifat dualisme dan bukan suatu keutuhan holistik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pentingnya perubahan para-digma dan praktik misi gereja, khususnya di Indonesia. Misi gereja harus tetap dila-kukan sebagai bentuk ketaatan pada Amanat Agung Kristus. Namun dalam praktik Lumintang, Misiologia Kontemporer, 44 Stevanus, “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Istilah “sekular" berasal dari bahasa Latin “saeculum†yang berarti dunia. Kata sifat dari “saeculum†adalah kata “sekular†Latin saecularis yang artinya bersifat duniawi. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 109 pelaksanan misi harus memerhatikan situasi sosial di tengah masyarakat di mana ge-reja berada, sehingga Injil dapat diterima sesuai konteks kekinian pendengarnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatit deskriptif dengan metode pustaka. Metode pustaka untuk menjawab permasalahan penelitian dengan mencari sumber-sumber literatur yang relevan dengan topik bahasan tentang misi gereja masa kini. Data-data tersebut dianalisis dengan mencermati beberapa teks Alkitab, dan kemudian mendeskripsikan hasil analisis tersebut secara naratif. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan dipaparkan pokok-pokok penting untuk menjawab tujuan penulisan, yaitu Pertama, mengemukakan landasan teologis misi Kristen; kedua, men-jelaskan suatu kenyataan adanya pergeseran paradigma misi gereja di masa sekarang; ketiga, merefleksikannya bagi gereja masa kini. Landasan Teologis Misi Kristen Sesudah kebangkitan, sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus memberi perintah agar para murid-Nya memberitakan Injil kepada semua suku bangsa Mat. 2819-20. Roh Kudus diberikan kepada semua murid-Nya dan memberi mereka kuasa untuk menjadi saksi Kristus di mana pun mereka berada Kis. 18 sampai ke ujung bumi Mat. 2414.Alkitab secara gamblang menyatakan bahwa semua orang percaya diberi “mandat†untuk melaksanakan Pekabaran Injil kepada semua bangsa. Mandat ini sering disebut sebagai Amanat Agung Mat. 2818-20; Mrk. 1615; Luk. 2447; Yoh. 2021; Kis. 18. Semua orang percaya, tanpa kecuali, dipanggil untuk menaati perintah misioner menjelaskan kata “pergilah†poreuthentes di dalam perintah Matius 2819 itu memiliki arti berangkatlah atau pergi meninggalkan, melintasi batas sosial, rasial, kultural, ini berarti misi Tuhan Yesus adalah misi yang sifatnya inklusif, artinya terbuka untuk semua orang tanpa mengenal latar belakang ini juga dikemukan oleh David Bosch, bahwa sifat misi Tuhan Yesus adalah inklusif. Misi-Nya adalah misi yang melenyapkan keterasingan dan menghancurkan tembok-tembok kebencian, misi yang melintasi batas-batas antara individu dan demikian, sangat jelas bahwa amanat Tuhan Yesus adalah kesaksian. Dan kesaksian itu tidak dibatasi hanya untuk Israel, melainkan diberitakan ke seluruh dunia. Dan kuasa yang diperlukan untuk itu bukan kuasa militer atau politik melainkan kuasa Roh Kudus! Gereja diutus untuk mengundang orang dari semua suku dan bangsa agar Kalis Stevanus, Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi Yogyakarta Andi Offset, 2019,79. Kalis Stevanus, “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen,†Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 1 2020 1–19. Susanto Dwiraharjo, “Kajian Eksegetikal Amanat Agung Menurut Matius 28  18-20,†Jurnal Teologi Gracia Deo 1, no. 2 2019 56–73, Lumintang, Misiologia Kontemporer, 113 David Bosch, Transformasi Misi Kristen Jakarta BPK Gunung Mulia, 2006,41 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 110 menjadi murid Tuhan Yesus Mat. 2819. Menjadikan murid, artinya menjadikan semua orang di mana pun mereka berada dan siapa pun mereka untuk mengikuti menyatakan, sebenarnya sebelum Amanat Agung di dalam Matius pasal 28, telah ada kontak antara Tuhan Yesus dan bangsa-bangsa lain. Juga sebelum kebang-kitan-Nya, menjadi jelas bahwa maksud tujuan Allah meliputi segala bangsa. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Lama, di mana Abraham dipilih untuk menjadi berkat bagi segala bangsa Kej. 121-3. Dalam kehidupan Tuhan Yesus, perspektif ini nyata, di ma-na titik tolak pelayanan Tuhan Yesus disebut kota Kapernaum, yang terletak di “Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain†Mat. 413-16. Galilea adalah merupakan daerah Yahudi, tetapi bukan pusat daerah Yahudi seperti daerah Yudea dengan kota Yerusalem. Galilea dekat dengan daerah bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Kapernaum dan Galilea digambarkan oleh Matius sebagai tempat yang terbuka bagi manusia dari bangsa-bangsa yang bukan Israel. Dan sesudah kebangkitan-Nya, terbukalah jalan bagi segala bangsa untuk menjadi bagian dari umat Allah Mat. 2818-20. Dengan demikian terpe-nuhilah pengharapan akan keselamatan bagi bangsa-bangsa seperti yang dinubuatkan oleh para nabi Yes. 22-3; bdk. Mi. 41-2; Za. 822-23.Tuhan Yesus, menurut Injil Sinoptik, memiliki perhatian yang cukup besar terha-dap misi kepada dunia bangsa-bangsa bukan Yahudi. Perhatian itu Ia wujudkan tidak hanya dengan memberitakan Injil Kerajaan Allah dan melakukan mujizat bagi orang-orang bukan Yahudi yang datang kepada-Nya, tetapi lebih dari itu Ia menyeberangi daerah Palestina dan memasuki daerah bangsa kafir untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Menurut Stevanus hal ini juga hendak menyatakan bahwa misi Tuhan Yesus datang ke dunia membawa keselamatan bagi semua bangsa. Ia adalah Juruselamat bagi semua orang dan yakni seluruh umat Tuhan, dipanggil untuk mene-ruskan perintah misioner memberitakan Kabar Baik sampai kepada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Rekonstruksi Paradigma Misi Gereja Masa Kini dalam Konteks Indonesia Krisis dalam pemahaman dan praktek misi gereja yang penulis kemukakan secara singkat di atas merupakan titik tolak atau pijakan untuk secara kritis menemukan kem-bali pemahaman teologi mengenai misi gereja atau teologi misi yang relevan di Indo-nesia. Pemahaman misi gereja dari warisan masa lalu itu perlu direkonstruksi menjadi pemahaman baru misi baru yang kontekstual. Pembahasan ini merupakan kontribusi pemikiran teologis dan praktis dalam rangka rekonstruksi misi gereja di Indonesia yang dilakukan dalam suatu paradigma tertentu. Paradigma itu adalah paradigma misi yang relevan dengan konteks Indonesia. Sebuah tugas krusial bagi gereja di masa kini adalah menguji terus-menerus, apa-kah pemahamannya, atau paradigma tentang misi sesuai dengan konteksnya, di mana gereja itu hadir. Apa yang harus gereja lakukan adalah menetapkan apa arti misi, dan kemudian pada saat yang sama mendefinisikan praktik misioner atau mengaplikasikan konsep misi tersebut secara langsung di dalam situasi konkret sekarang. Sebagaimana Kalis Stevanus, Benarkah Injil Untuk Semua Orang? Yogyakarta Diandra Kreatif, 2017. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001,248 Kalis Stevanus, Lihatlah Sang Juruselamat Dunia Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018, 13 Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 111 dikatakan oleh Artanto bahwa paradigma misi memengaruhi dan menentukan praktik misioner. Sebagai rumusan dari Thomas Kuhn yang kemudian dirumuskan dengan lebih singkat oleh Hans Kung, sebagaimana dikutip Artanto, paradigma misi dapat dirumus-kan sebagai model interpretasi dan pemahaman yang memengaruhi, bahkan menen-tukan keyakinan, dan nilai, serta teknik-teknik misi gereja yang dipahami oleh gereja-gereja sebagai suatu komunitas dalam era tertentu. Perubahan dan pergeseran misi gereja sangat ditentukan oleh perubahan dan pergeseran paradigma teologi Mempelajari pergeseran paradigma misi akan membantu usaha memahami bagai-mana gereja memahami dan melaksanakan misi dalam pelbagai era dalam konteks yang berubah-rubah. Selain hal itu, juga akan menolong gereja pada masa kini untuk memiliki pandangan yang lebih mendalam tentang bagaimana gereja pada masa kini harus memberi arti atau mengintrepretasikan misi pada masa kini dalam situasi konkret. Perbedaan itu terjadi karena masing-masing era melakukan refleksi teologis dengan paradigma yang telah bergeser dari paradigma yang digunakan oleh era sebe-lumnya. Paradigma misi seyogyianya terus diperbarui atau direkonstruksi untuk mengha-dapi konteks baru dan era baru. David Bosch menguraikan berbagai paradigma yang muncul belakangan dalam teologi misi, tentang paradigma misi gereja yang bagaima-nakah yang tepat atau relevan dengan konteks pada abad ke-21? Dikatakan oleh Anne Ruck, bahwa selama abad ke-20 misi Kristen telah diartikan kembali secara mendalam, sehingga pertanyaan Bosch tersebut menemukan jawaban dari sudut pandang abad ke-21 yang jauh berbeda dari konteks seratus tahun lalu. Dalam terang ini tantangan untuk memelajari misi dapat digambarkan dalam kata-kata van Engelen yang dikutip Bosch, misi dipahami sebagai usaha untuk menghubungkan peristiwa Yesus yang selalu relevan dari dua puluh abad yang lalu dengan pemerintahan yang dijanjikan Allah melalui inisiatif-inisitiaf yang bermakna untuk masa kini dan di dengan gereja-gereja Indonesia di masa sekarang? Dikatakan oleh Ruck, justru di abad ke-21 ini umat Kristen di Indonesia semakin tersingkir, tertindas, dan terancam. Bagaimana merespons situasi seperti ini? Bagaimanakah seharusnya gereja di Indonesia bersaksi dan bermisi dalam konteks Indonesia masa kini yang begi-tu majemuk dan terus berubah, dan yang harus menghadapi berbagai tantangan seperti bencana alam, kemiskinan, korupsi, konflik, dan kekerasan serta mengemukanya gejala intoleransi? Menghadapi situasi seperti itu, tidak ada cara lain selain memahami kembali konsep misi dan praktik misi yang sesuai di Indonesia sekarang. Itu sebabnya gereja-gereja di Indonesia pun harus perlunya melakukan rekonstruksi misi sebab pemahaman misi yang lama kemudian menjadi tidak relevan dalam konteks Indonesia sekarang ini. Pemahaman misi harus bersifat dinamis dan terbuka untuk dikoreksi atau mengalami rekonstruksi kembali, sehingga dihasilkan suatu pemahaman misi gereja Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Bosch, Transformasi Misi Dkk. Anne Ruck, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,25 Bosch, Transformasi Misi Kristen, 35 Anne Ruck, Jemaat Misioner, 92 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 112 yang relevan dibutuhkan di tengah-tengah pluralitas intern gereja di Indonesia, dan juga di tengah pluralitas agama dan kebudayaan serta situasi kemiskinan yang men-colok di Indonesia. Benar apa yang dikatakan Artanto untuk konteks Indonesia, yang perlu mengem-bangkan pemahaman misi gereja dalam paradigma ekumenis, di mana gereja harus semakin terlibat dalam pengembangan manusia dan masyarakat yang seutuhnya. Pemahaman misi gereja dalam paradigma ekumenis merupakan “pertanggungjawaban†gereja-gereja Indonesia terhadap masyarakat dan bangsanya sendiri. Itu sebabnya, misi gereja tidak boleh mengabaikan konteks Indonesia dan kepentingan seluruh masya-rakat di Indonesia. Misi gereja sekarang dituntut untuk menyapa masalah masyarakat masa kini dengan segala pergumulan dan tantangan yang ada. Apakah gereja akan memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang ada? Apakah gereja sadar akan panggilannya supaya menjadi garam dan terang serta menjadi saluran berkat Tuhan kepada dunia? Misi yang konkret dan menyeluruh holistik misalnya berfokus pada pelayanan sosial-ekonomi dan pengembangan masyarakat sangatlah penting. Misi integratif, termasuk pelayanan sosial-ekonomi-keadilan dan juga pekabaran Injil keselamatan individu merupakan jawaban untuk konteks Indonesia masa kini. Petrus Octavianus mengemukakan, bahwa pelayanan holistik tidak hanya berusa-ha menyelamatkan jiwa, tetapi juga menolong mereka untuk mulai merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sekarang ini. Jadi, pelayanan sosial pengembangan masyarakat itu juga merupakan bagian dari misi Kristen karena gereja diutus untuk melakukan hal-hal tersebut. Inilah misi yang sesungguhnya. Dari uraian ini, dapat disimpulkan peran gereja dalam pelaksanaan Missio Dei, bahwa hakikat misi gereja harus senantiasa melihat misinya terdiri dari tiga unsur utama. Pertama, prok-lamasi; gereja terpanggil untuk memproklamasikan Yesus Kristus kepada dunia. Kedua adalah kesaksian; gereja terpanggil untuk hidup seperti Kristus di dunia. Ketiga ialah pelayanan; gereja terpanggil melayani dan menjalankan aksi sosial dengan dasar kasih Kristus kepada dunia. Sejajar dengan itu, Mangunwijaya mengatakan bahwa gereja missioner di Indonesia harus didasari bahwa iman, pengharapan, dan kasih bukan hanya berlaku di dalam internal gerejawi, melainkan harus berdimensi luas menyentuh sendi-sendi kehi-dupan masyarakat secara konkret dan Pasaribu menegaskan, bahwa dengan melaksanakan misi integratif ini akan membawa gereja kepada pelayanan yang kokoh dan terintegrasi, dengan memproklamasikan kabar baik, dan sekaligus menun-jukkan kasih Allah secara konkret dalam pergumulan bangsa dan dunia. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia dalam rangka melaksanakan misi Allah tersebut? Gereja terpanggil untuk terlibat dalam menggumuli isu-isu sosial di Petrus Octavianus, Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah Batu Malang YPPII, 1985,34-35 Mangunwijaya, “Pengantarâ€, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, R. Dopo Yogjakarta Kanisius, 1993,ix Dkk Ria Pasaribu, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,313. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 113 tengah masyarakat di mana gereja hadir di situ. Keterlibatan itu termasuk dalam rangka misi mewujudkan Kerajaan Allah di bumi, tanpa mengecilkan prioritas pemberitaan Injil tentang keselamatan individu. Stevanus menyatakan bahwa motivasi misi Kristen bukan hanya menyelamatkan individu atau menambah jumlah anggota gereja, melain-kan untuk mewujudkan Kerajaan yang tidak mengandung aspek proklamasi Injil berarti misi tersebut telah be-rubah dan bergeser dari Missio Dei-Christi. Misi yang demikian telah kehilangan satu unsur yang esensial dan tidak lebih dari aksi sosial, seperti yang dilakukan oleh banyak lembaga sosial di dunia. Misi menjadi sekadar suatu usaha kepedulian sosial semata di mana lembaga sosial dunia bisa melakukannya. Tetapi Missio Dei-Christi dilakukan oleh lembaga Gereja saja sebab hanya Gereja yang diberikan mandat. Olehnya gereja harus bersaksi dan melayani serta melaksanakan Missio Dei-Christi dengan turut serta terlibat dalam kepedulian sosial. Missio Dei-Christi tidak mungkin dijalankan oleh gereja di Indonesia bila di dalam kehidupan gereja itu sendiri masih terdapat pandangan dua-listis yang memisahkan kehidupan gereja kerohanian dan masyarakat duniawi. Gereja harus membina anggota-anggotanya agar mereka menyadari relasi gereja dan masyarakat sebagai dua dimensi dari satu realitas kehidupan Kristen. Masalah kema-syarakatan entah itu kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, pencemaran lingkungan, dan isu-isu sosial lainnya harus dilihat sebagai tanggung jawab dan tugas bersama tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan. Gereja masa kini perlu melihat gereja perdana mengenai misi dalam hubungannya dengan rencana Allah bagi penyelamatan manusia, yakni gereja sebagai penatalayan di dunia juga memiliki tanggung jawab sosial sebagai bagian dari masyarakat manusia pada umumnya. Sejak awal, penginjilan, ajaran, persekutuan/ibadah, dan pelayanan sosial semuanya merupakan bagian integratif dari misi gereja perdana Kis. 242-47. Injil bersifat holistik karena Kekristenan yang alkitabiah berbicara kepada setiap kebutuhan kata lain, dapat dikatakan bahwa dalam pelayanan misi gereja semestinya terintegrasi, baik dalam teologi maupun dalam praktiknya, tidak ada dualistis yang memisahkan antara “rohani†dan “fasikâ€, “individu†dan “komunitasâ€, “suci†dan “sekulerâ€, dan seterusnya. Oleh sebab itu, gereja harus menolak untuk memi-sahkan keduanya. Refleksi Penting sekali gereja memiliki pemahaman yang benar tentang pelayanan holistik kepedulian sosial dalam kaitannya dengan kegiatan Pekabaran Injil. Terkadang dijumpai pelayanan holistik dijadikan “alat†untuk mengkristenkan orang. Niat pembe-ritaan Injil, pertama-tama bukan didasarkan pada motivasi kristenisasi, yaitu untuk menjadikan orang yang bukan Kristen menjadi Kristen, atau menjadi anggota gereja tertentu pertumbuhan gereja. Pemberitaan Injil harus didasarkan pada kerinduan atau kasih agar mereka yang terhilang dalam dosa beroleh keselamatan melalui iman kepada Tuhan Yesus. Inilah motivasi dasar yang benar untuk kegiatan pekabaran Injil. Stevanus, “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Ailsa Barker Wirawan, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,190 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 114 Pelayanan holistic tidak hanya berusaha menyelamatkan jiwa, tetapi juga menolong mereka untuk mulai merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sekarang ini. Terkadang juga pelayanan holistic dijadikan “alat†untuk meredam suatu gejolak di masyarakat ketika terjadi aksi protes atas kehadiran gereja. Ini adalah suatu perbuatan yang tidak jujur, tidak etis sebab tidak dilandasi kasih yang murni agape. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, disimpulkan bahwa paradigma dan praktik misi gereja harus direkonstruksi ulang, dan dalam implementasinya melakukan pendekatan integratif dan/atau holistik dalam pekerjaan misi. Sebab untuk itulah gereja ada dan diutus ke dalam dunia di mana ia ada. REFERENSI Anne Ruck, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis Stevanus. “Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 39–51. Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, 2008. Bosch, David. Transformasi Misi Kristen. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2006. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001. Dwiraharjo, Susanto. “Kajian Eksegetikal Amanat Agung Menurut Matius 28  Jurnal Teologi Gracia Deo 1, no. 2 2019 56–73. Kalis Stevanus. Benarkah Injil Untuk Semua Orang? Yogyakarta Diandra Kreatif, 2017. ———. “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 1–19. Lumintang, Stevri. Misiologia Kontemporer. Batu Malang YPPII, 2006. Mangunwijaya, “Pengantarâ€, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, R. Dopo. Yogjakarta Kanisius, 1993. Petrus Octavianus. Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah. Batu Malang YPPII, 1985. Ria Pasaribu, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Stevanus, Kalis. “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2018 284–298. ———. Lihatlah Sang Juruselamat Dunia. Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018. ———. “Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37 Sebagai Upaya Pencegahan BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 2020 1–13. ———. Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi. Yogyakarta Andi Offset, 2019. Stevanus, Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis. “Pentingnya Peran Media Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, no. 2020 86–104. Thomas, Norman E. Teks-Teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Sedunia. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012. Wirawan, Ailsa Barker. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 115 Woga, Edmund. Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia. Yogyakarta penerbit Kanisius, 2009. Yunianto, Kalis Stevanus dan. “Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen no. 1 2021 55–67. Roedy SilitongaPantjar SimatupangGod calls his ecclesial church to go out to proclaim his Gospel to all creation and baptise, teach, and make all nations his disciples. Local churches, particularly in Indonesia, commonly carry on the calling by using the so-called One Duty the Missio Dei-Three Tasks koinonia, martyria, diakonia tasks. Reality shows of not uncommon partial and unbalanced implementations of the three tasks, mostly heavy focused on koinonia but less in both martyria and diakonia. The study objective is to assess implementation of the church missions view of drawing general lessons for a more effective implementation. The study was conducted at a small-sized church congregation in an indigenous community in a remote rural local area, using a mixed literature review, field observation and interviews, and conceptual synthesis methodology. The key findings are that mission fields are diverse and wide and requires contextual missions, the diakonia task plays a pivotal role, and a small size of congregation is good for quality-oriented missions, the Strength Gift Based Community Development conducted in a holistic integrated transformational mission is an appropriate approach. The study contributes to interdisciplinary understanding and formulation of basic principles in doing integrated missions by local churches, particularly in rural areas with indigenous community, remote location, and poverty-stricken mission study describes the importance of missionological learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education. Learning strategies in missionology-based Christian Religious Education to learners are very effective in strengthening the foundation of children's faith from an early age on the importance of carrying out the Great commission to preach the gospel. Coupled with holistic service learning strategies can help students quickly to implement missionology learning in schools and the community. Therefore, through this study, the author conveys that considering the importance of missionology learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education can equip and instill mission values with holistic service in students from an early age. This research uses descriptive qualitative methods with a literature study approach, so it can be concluded that the indicators of missionology learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education stated in this study can help readers understand the importance of missionary learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada para pendidik Kristen tentang pentingnya pendidikan misi melalui pelayanan holistik kepada peserta didik sejak dini melalui Pendidikan Kristen. Strategi pembelajaran dalam Pendidikan Agama Kristen yang berbasis misi kepada peserta didik sangat efektif untuk memperkuat fondasi iman anak-anak sejak dini tentang pentingnya pelayanan yang holistik tanpa harus dibatasi atau mengesampingkan yang lain. Strategi pembelajaran pelayanan holistik juga dapat membantu peserta didik dengan mudah untuk mengimplementasikan misi di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis menyampaikan bahwa misi melalui pelayanan holistik sangat penting dalam Pendidikan Kristen, karena dapat membekali dan menanamkan nilai-nilai misi dengan pelayanan holistik dalam diri peserta didik sejak dini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi literatur dan memberikan kesimpulan mengenai indikator-indikator sebagai faktor yang menentukan pentingnya strategi pembelajaran misi melalui pelayanan holistik dalam Pendidikan Agama relationship between the church and the world, the task of preaching the gospel and social care are still hot topics of discussion today. The purpose of raising this topic is so that the church can be reminded of the correct paradigm regarding the double mandate commanded by Jesus Christ the Head of the church in Matthew 2819-20 and Matthew 2234-40. The church's paradigm regarding the two mandates invariably influences and determines the practice of church life in its daily form. To describe the subject of this discussion, the author used a qualitative approach based on a literature study in which a range of relevant books and scientific academic articles were investigated and considered after which descriptive conclusions could be drawn. The results of the study indicate that Jesus through the mandate of evangelism, becomes an agent of spiritual transformation which ultimately results in needed social transformation. The mission of God is then for all of us to be involved in the spiritual elements of life and in considering the afterlife and of course also in striving to make the world a better place for SianturiThomas AllfadiserThe use of image-based media in teaching, is also needed as a means to teach in conveying material. Therefore, the use of image-based media is expected to be able to improve understanding of PAK teaching, especially in Sunday Schools of primary age. The purpose of this study is to find the reality, in the use of image-based media that is used as a medium to deliver PAK teaching in Sunday Schools. This research uses qualitative research with a case study approach. The research results obtained from the reality of using image-based media are to determine the material to be delivered. So, before the use of image-based media is used, the teacher first determines the material to be delivered, then the use of the media has a match with the material that has been TeologiPendidikan KristenParadigma MisiTeologi CipanasCriticism to the church in carrying out its mission is often raised. A number of churches are considered no longer world-oriented but only Heaven-oriented. In his book, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, Ebenhaizer I. Nuban Timo suggests that there are four erroneous paradigms about the mission. This paper is an attempt to assess whether these four erroneous paradigms also exist in the Batak Karo Protestant Church GBKP Namo Buah Silebo-Lebo NBS, Deli Serdang district, North Sumatra. The purpose of this assessment, of course, is to get a real picture of the GBKP NBS. This research is qualitative research through literature study and interviews. A literature study was carried out by tracing a number of writings on the mission of the church and also a number of GBKP NBS documents. Meanwhile, the interviewees included Former NBS Village Head, GBKP NBS church leader, a number of members and administrators of several GBKP NBS categories. As a result, the four mission paradigm errors concluded by Timo above were also found in the NBS GBKP. Abstrak Kritik terhadap gereja dalam menjalankan misinya sering dikemukakan. Sejumlah gereja dinilai tidak lagi berorientasi pada dunia tetapi hanya berorientasi pada Surga. Dalam bukunya, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, Ebenhaizer I. Nuban Timo mengemukakan adanya empat paradigma yang keliru tentang misi. Tulisan ini merupakan upaya untuk menilai apakah keempat paradigma yang keliru ini juga ada di dalam Gereja Batak Karo Protestan GBKP Namo Buah Silebo-Lebo NBS, kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri sejumlah tulisan mengenai misi gereja dan juga sejumlah dokumen GBKP NBS. Sementara itu, wawancara dilakukan terhadap beberapa komponen masyarakat. yang diwawancarai antara lain Mantan Kepala Desa NBS, pemimpin jemaat GBKP NBS, sejumlah anggota dan pengurus beberapa kategorial GBKP NBS. Hasilnya, keempat kekeliruan paradigma misi yang disimpulkan oleh Timo di atas ternyata juga ditemukan dalam GBKP general, the problem of mission today is related to a one-sided emphasis on one side. One emphasizes and maintains the context of the humanitarian field with all its problems and challenges so that it tends to ignore the text. While others are fixated on the text and ignore the context. It is undeniable that the mission paradigm will influence and determine its missionary practice. This paper is intended to contribute theoretically about the importance of reconstructing the Church's mission paradigm that is relevant to the context of today's Indonesia, and practically the churches in Indonesia can implement an applicable form of mission by taking part in alleviating the concrete problems faced. by the community according to the capabilities of the church members. By using a qualitative approach, namely a literature study, the author will describe descriptively about the foundation of Christian mission and the urgency of conducting a review or updating of the understanding and practice of its mission in the current concrete situation. It was concluded that the mission of the church must still be carried out but in its implementation it must pay attention to the social situation in the community. Because the mission of the church without paying attention to the context of its recipients will find difficulties and even failures in carrying out God's will as the light and salt of the world. This means that the strategy or technique of the church's mission must be implemented according to the current context in which the church is Coronavirus Disease 2019 Covid-19 outbreak, or better known as the Corona virus, is spreading rapidly, bringing changes in socializing and communicating in the community. Government regulations require all citizens to participate in breaking the chain of transmission of the virus. This of course also has an impact on the concept and implementation of the mission that has been carried out, namely face to face. As one way the church must continue to take its role in witnessing or preaching the gospel of Jesus Christ to non-believers using social media as the right choice in carrying out missions during the Covid-19 pandemic. This article will describe the understanding of the Church or believers as recipients of God's mission mandate, and the use of social media as a means of carrying out missions during the Covid-19 pandemic, and how the effectiveness and constraints of carrying out missions through social media. The results of the research can be said that the mission can still be carried out in all conditions in the midst of society even though without having to meet face to face with the way the church empowers its people to actively use social media as a means of preaching the Coronavirus Disease 2019 Covid-19 atau lebih dikenal dengan nama virus Corona yang menyebar dengan cepat membawa perubahan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di masyarakat. Aturan pemerintah mengharuskan semua warga berpartisipasi dalam memutus rantai penularan virus tersebut. Hal itu tentu juga berdampak pada konsep dan pelaksanaan misi yang selama ini dilakukan, yakni dengan tatap muka secara langsung. Sebagai salah satu caranya gereja harus tetap mengambil perannya untuk bersaksi atau memberitakan Injil Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum percaya menggunakan media sosial sebagai pilihan yang tepat di dalamnya pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19. Artikel ini akan memaparkan pemahaman tentang Gereja atau orang percaya sebagai penerima mandat misi Allah, dan pemanfaatan media sosial sebagai salah satu sarana pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19, dan bagaimana efektivitas serta kendala pelaksanaan misi melalui media sosial. Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa misi dapat tetap dilakukan dalam segala kondisi di tengah-tengah masyarakat meskipun tanpa harus tatap muka secara langsung dengan cara gereja memberdayakan umatnya untuk secara aktif menggunakan media sosial sebagai sarana pemberitaan Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis StevanusAnne RuckDkk Jemaat MisionerAnne Ruck, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis Stevanus. "Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen." HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 Gereja Misioner Dalam Konteks IndonesiaWidi ArtantoArtanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman AllahPetrus OctavianusPetrus Octavianus. Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah. Batu Malang YPPII, StevanusStevanus, Kalis. ""Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptik"." Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2018 284-298. -. Lihatlah Sang Juruselamat Dunia. Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018. -. "Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37Sebagai Upaya PencegahanKonflikSebagai Upaya Pencegahan Konflik." BIA' Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 2020 1-13. -. Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi. Yogyakarta Andi Offset, 2019.
TRIBUNPONTIANAKCO.ID - Ada 4 perbedaan mendasar ciri Gereja Katolik dengan gereja lainnya. Gereja Katolik mengenal 4 sifat dasar yakni satu, kudus, Katolik dan apostolik. Ungkapan ini tersirat